Pages

Selasa, 27 Maret 2012

Bolehkah Menikah dengan Sepupu? Ditinjau dari Kedokteran

Konsultasi Kesehatan Bersama :
Dr. Teguh Haryo Sasongko. MD. PhD
Jika ditanya, apakah Anda boleh menikah dengan calon suami Anda, tentu yang paling berhak menjawab pertanyaan itu adalah keluarga Anda dan Anda sendiri.

Namun demikian, saya akan coba memberikan penjelasan mengenai ilmu pengetahuan genetik dalam kaitan pernikahan antar saudara. Sebelum ini, saya pernah memberikan penjelasan mengenai pernikahan antar saudara (lihat 'Apa resikonya menikahi sepupu?').

Pertama perlu dipahami dahulu bahwa resiko terbesar terkait dengan penyakit-penyakit autosomal recessive (lihat 'Apakah anak bisa normal jika menikahi keluarga albino?' dan 'Risiko menikahi pasangan dari keluarga pengidap Thalassemia') yang terkait dengan gen-gen tertentu.

Pembawa (carrier) penyakit genetik dengan sifat autosomal recessive adalah orang-orang sehat yang tidak menunjukkan gejala-gejala apapun, walaupun dalam gen-nya terdapat kerusakan. Jika orang ini menikah dengan orang lain yang gen-nya tidak rusak, maka tidak akan ada diantara keturunannya yang menderita penyakit dimaksud.

Tetapi gen yang rusak tadi akan terus diturunkan pada generasi berikutnya yang juga akan tetap sehat, karena hanya akan jadi pembawa (carrier).

Jika dua orang dengan gen yang rusak menikah, barulah terdapat risiko memiliki anak yang sakit. Pertemuan kedua orang yang memiliki gen yang sama yang rusak, risikonya sangat besar pada pernikahan antar-saudara (sampai sejauh sepupu II - great grandparents yang sama).

Hal ini disebabkan, semakin dekat kekerabatan dua orang, maka semakin besar kemungkinannya memiliki urutan DNA yang mirip, termasuk juga semakin besar kemungkinannya memiliki kerusakan gen yang sama.

Disini sulitnya mendeteksi. Jika dalam sebuah keluarga (dengan great-grandparents yang sama) jarang atau tidak pernah terjadi pernikahan antar-saudara, akan sulit sekali menemukan kemungkinan anggota keluarga yang menderita. Sehingga seolah-olah baik-baik saja, padahal tersembunyi.

Terdapat sekitar 25.000 – 30.000 gen dalam tubuh manusia. Tidak mungkin melakukan scanning keseluruhan gen itu untuk menyingkirkan atau mengidentifikasi semua kemungkinan kelainan yang ada.

Yang paling mungkin dilakukan adalah Anda berdua sama-sama berusaha mengidentifikasi jika ada diantara anggota keluarga yang menderita penyakit genetik tertentu.

Berawal dari sini, tes yang diperlukan dapat diketahui. Pertama-tama, melalui tes yang dimaksud, perlu diidentifikasi kelainan dalam gen penyebab penyakit itu pada saudara Anda yang menderita. Setelah ditemukan, dengan tes yang sama barulah dapat diketahui apakah Anda juga membawa kelainan gen itu.

Walaupun sudah ada metodologinya, men-scan keseluruhan 3 miliar pasang DNA manusia untuk saat ini masih terlalu mahal dan tidak praktis untuk diaplikasikan dalam pelayanan klinik. Sebuah perusahaan internasional yang melakukan sekuensing DNA, misalnya, mematok harga US$ 5000 (sekitar Rp 45 juta).

Risikonya Menikahi Sepupu
Dalam ilmu genetik, pernikahan dengan sesama kerabat keluarga (sampai sejauh sepupu II – great grandparents yang sama) disebut dengan consanguineous marriage. Secara umum consanguineous marriage diterjemahkan sebagai perkawinan sedarah.

Penelitian-penelitian secara populasional menunjukkan bahwa anak-anak hasil perkawinan sedarah ini memiliki risiko lebih besar menderita penyakit-penyakit genetik tertentu. Terutama yang sifat penurunannya autosomal recessive (lihat 'Apakah anak bisa normal jika menikahi keluarga albino?' dan 'Risiko menikahi pasangan dari keluarga pengidap Thalassemia
').Pada sifat penurunan seperti ini, pembawa (carrier) tidak akan menunjukkan tanda-tanda penyakit apapun.

Sementara itu karena orang-orang dalam satu keluarga memiliki proporsi materi genetik yang sama, maka suami istri yang memiliki hubungan saudara juga memiliki risiko membawa materi genetik yang sama.
Jika salah satu adalah carrier suatu penyakit autosomal recessive maka terdapat kemungkinan bahwa yang lain juga pembawa. Seberapa besar kemungkinannya bergantung pada seberapa dekat kekerabatannya.

Dalam hal ini, jika orangtua dari suami adalah saudara kandung dari orang tua istri, kemungkinannya tentu lebih besar dibandingkan jika orangtua suami adalah sekedar saudara jauh dari orang tua istri.

Anak yang dihasilkan dari perkawinan (sedarah maupun tidak) dimana kedua orang tuanya adalah pembawa suatu penyakit genetik autosomal recessive dapat menderita penyakit tersebut (dengan kemungkinan 25%), dapat menjadi carrier juga (dengan kemungkinan 50%) atau sama sekali sehat dan bukan carrier (dengan kemungkinan 25%).

Apakah Anak Bisa Normal Jika Menikahi Keluarga Albino?

Terdapat dua penyakit yang digambarkan, yaitu Diabetes Mellitus (DM) dan Albino (Albinism). Benar bahwa keduanya memiliki latar belakang faktor genetik, dimana terdapat kemungkinan diturunkan pada generasi berikutnya. Namun, keduanya memiliki pola pewarisan yang sangat berbeda.

Seperti sudah saya jelaskan pada pertanyaan-pertanyaan sebelum ini, DM termasuk dalam kategori multifactorial disorder, dimana terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Sampai sekarang tidak dapat dikatakan secara pasti, bila ada orang tua yang mengidap DM, berapa persen kemungkinan anak juga akan menderita DM. Disamping juga terdapat pengaruh faktor-faktor non-genetik yang bermain.

Sementara untuk Albino penyebabnya adalah kerusakan pada gen-gen yang bertanggung jawab untuk sintesis melanin. Sampai sekarang paling tidak telah teridentifikasi 4 gen, yaitu TYR, OCA2, TYRP1 dan MATP. Penyakit albino diturunkan secara 'autosomal recessive'.

Setiap kromosom manusia terdapat dalam pasangan (ada 2) kecuali kromosom sex. Demikian pula gen-gen yang terdapat didalamnya, selalu terdapat dalam pasangan. Penyakit genetik 'autosomal recessive' artinya penyakit baru akan muncul jika kerusakan terdapat pada kedua gen yang terkait.

Ini berbeda dengan 'autosomal dominant' dimana penyakit akan muncul sekalipun hanya salah satu (dari satu pasang) gen terkait yang rusak. Pada 'autosomal recessive', orang yang membawa kerusakan pada salah satu saja (dari 2) gen terkait disebut 'carrier'.

Kedua (satu pasang) gen-gen itu, salah satu diturunkan dari ayah dan yang lain dari ibu. Sehingga disini tampak bahwa pada 'autosomal recessive', jika hanya salah satu dari orang tua yang menjadi carrier, maka kemungkinan anak untuk menderita penyakit hampir tidak ada.

Namun terdapat kemungkinan 50% diantara anak-anaknya menjadi carrier juga. Jika ternyata kedua orang tua adalah carrier, maka terdapat kemungkinan 25% anaknya menderita penyakit.

Dalam hal ini belum tentu Sdri. Mira adalah carrier. Jika kedua orang tua Sdri. Mira adalah carrier, maka terdapat 50% kemungkinan anak-anaknya (Sdri. Mira dan saudara-saudaranya) juga menjadi carrier. Jika pun Sdri. Mira ternyata carrier, perlu dilihat apakah suaminya juga carrier atau bukan. Jika bukan, maka kemungkinan anaknya menderita albino hampir tidak ada. Dari gambaran yang diberikan, tidak diceritakan apakah Sdr. Bambang juga memiliki saudara yang albino.

Prevalensi penyakit albino didalam populasi berkisar pada 1/17.000. Sementara 1 diantara 70 orang kemungkinan membawa (carrier) kerusakan pada gen yang bertanggungjawab untuk penyakit ini.

Untuk mengetahui status carrier seseorang, maka terlebih dahulu perlu dilakukan uji diagnostik molekuler pada keempat gen diatas terhadap anggota keluarga yang sakit. Jika ditemukan penyebabnya, maka baru anggota keluarga yang lain diuji apakah membawa kerusakan yang sama.

Risiko Menikahi Pasangan dari Keluarga Pengidap Thalassemia

erdasarkan gen penyebabnya ada 2 macam penyakit Thalassemia yang sering terjadi dalam populasi manusia, β-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen β-Globin; kromosom 11) dan α-Thalassemia (disebabkan mutasi dalam gen α-Globin; kromosom ##). Keduanya diwariskan pada keturunan berikutnya secara autosomal recessive (lihat “Apakah Anak Bisa Normal Jika Menikahi Keluarga Albino?”).

Thalassemia, terutama β-Thalassemia, adalah salah satu penyakit genetik yang banyak dijumpai pada orang-orang Asia. Dalam pola pewarisan autosomal recessive terlihat bahwa penderita β-Thalassemia hanya dapat dilahirkan dari pasangan dimana keduanya adalah pembawa (carrier), kecuali terjadi suatu fenomena yang sangat jarang, di mana mutasi terjadi secara spontan selama pembentukan embrio.

Dari penjelasan yang diberikan terlihat bahwa kakak perempuan calon pasangan Anda kemungkinan besar adalah pembawa (carrier). Dengan demikian, paling tidak salah satu orang tua calon pasangan Anda juga merupakan pembawa.

Jika demikian situasinya, maka terdapat 50% kemungkinan bahwa calon pasangan Anda juga merupakan pembawa. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Anda juga pembawa?

Jika Anda dan calon pasangan Anda pembawa β-Thalassemia, maka terdapat 25% kemungkinan anak yang dilahirkan akan menderita β-Thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa juga, dan 25% kemungkinan sehat bukan pembawa.

Jika Anda bukan pembawa dan calon pasangan Anda pembawa, maka terdapat ~0% kemungkinan anak yang dilahirkan menderita thalassemia, 50% kemungkinan menjadi pembawa, dan 50% kemungkinan sehat bukan pembawa.

Terlihat bahwa sekalipun calon pasangan Anda adalah pembawa, jika anda sendiri bukan pembawa maka kemungkinan anak yang dilahirkan menderita β-Thalassemia mendekati nol. Tidak dapat dikatakan sama sekali nol, sebab masih terdapat kemungkinan sangat kecil terjadi mutasi spontan. Dalam hal ini, kemungkinannya sangat kecil dan sama saja dengan kemungkinan populasi lain secara umum.

Untuk mengetahui status pembawa atau bukan hanya dapat diketahui melalui uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi pada gen β-Globin. Pertama perlu diidentifikasi terlebih dahulu, adakah di antara anggota keluarga yang jelas menderita β-Thalassemia (melalui pemeriksaan klinik dan uji lab non-genetik).

Jika ada, maka dilakukan pemeriksaan uji genetika molekuler untuk mendeteksi mutasi yang terjadi. Setelah ditemukan, baru dapat diperiksa apakah ada anggota keluarga lain yang membawa mutasi yang sama.

dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD
Ahli Genetika Molekuler, (peneliti dan pengajar) di Human Genome Center, School of Medical Sciences, Universiti Sains Malaysia, 16150 Kubang Kerian, Kota Bharu Kelantan, Malaysia.
Sumber:
1.      http://health.detik.com/read/2012/03/22/114656/1874259/869/bolehkah-menikah-dengan-sepupu
4.      http://health.detik.com/read/2012/03/22/114656/1874259/869/bolehkah-menikah-dengan-sepupu


7 komentar:

Nur Afiandi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Nur Afiandi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Nur Afiandi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Nur Afiandi mengatakan...

INI KOMENTAR TEMAN SAYA BU, YANG BERNAMA TAQWA RIZKIANTO. NIM 2008 41 030. dikarnakan Emailnya sedang dalam maslah.
komentar saya tentang pernikahan sedarah ini, dihalalkan bila ditinjau dari agama islam, dan bila berbicara ditinjau dari kedokteran perkawinan sedarah ini memiliki risiko lebih besar menderita penyakit-penyakit genetik tertentu misalnya cacat, gangguan mental dll.

Nur Afiandi mengatakan...

nim 2008-41-087
tidak bolek, karena ketika dia menikah dengan sepupu,dan bila ia mempunyai anak, anak tersebut akan menjadi cacat.
ditinjau oleh bindan ainul mardiah.amkeb,rs. pasar rebo jakarta timur, yang sedang membantu pelaksanaan pelahiran seorang yang menikahi sepupunya sendiri.

Nur Afiandi mengatakan...

INI KOMENTAR TEMAN SAYA BU, SAMSUL ARIFIN NIM 200841106.
Menurut pendapat saya bila menikah dengan sepupu tidak boleh karena akan memiliki resiko bila terjadi pertengakaran dalam rumah tangganya seperti halnya adanya perselisihan antara keluarga suami dan istri.walaupun didalam agama islam dihalalkan menikah dengan sepupu sendiri

Nur Afiandi mengatakan...

KOMENTAR DARI TEMAN SAYA RAHMAT SUDIARTO NIM 200841086
Menurut pendapat saya bila menikah dengan sepupu itu diperbolehkan,karena dalam ajaran agama islam dihalalkan saja dan akan menambah mempererat keluarga persaudaraannya.
tetapi ada juga resikonya bila menikah dengan sepupu yaitu sebaliknya akan terjadi perselisihan antara keluarga suami dan istrinya.