DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat
memiliki Mata
Uang sebagai salah satu simbol kedaulatan
negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga
Negara Indonesia;
b. bahwa Mata
Uang diperlukan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian
nasional dan
internasional guna mewujudkan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. bahwa selama
ini pengaturan tentang macam dan harga Mata Uang sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 23B
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 belum diatur dengan undang-undang tersendiri;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Mata Uang;
Mengingat:
1. Pasal 20,
Pasal 21, dan Pasal 23B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4962);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG – UNDANG TENTANG MATA UANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Mata Uang
adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut
Rupiah.
2. Uang adalah
alat pembayaran yang sah.
3. Bank
Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah seluruh wilayah teritorial Indonesia,
termasuk kapal dan
pesawat
terbang yang berbendera Republik Indonesia,
Kedutaan Republik Indonesia, dan kantor perwakilan
Republik Indonesia lainnya di luar negeri.
5. Ciri Rupiah
adalah tanda tertentu pada setiap Rupiah yang ditetapkan dengan tujuan untuk
menunjukkan identitas,
membedakan harga atau nilai nominal, dan mengamankan
Rupiah tersebut dari upaya pemalsuan.
6. Kertas Uang
adalah bahan baku yang digunakan untuk membuat Rupiah kertas yang mengandung
unsur
pengaman dan yang tahan lama.
7. Logam Uang
adalah bahan baku yang digunakan untuk membuat Rupiah logam yang mengandung
unsur
pengaman dan yang tahan lama.
8. Rupiah Tiruan
adalah suatu benda yang bahan, ukuran,warna, gambar, dan/atau desainnya
menyerupai Rupiah
yang dibuat, dibentuk, dicetak,
digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan
merendahkan kehormatan Rupiah sebagai
simbol negara.
9. Rupiah Palsu
adalah suatu benda yang bahan, ukuran,warna, gambar, dan/atau desainnya
menyerupai Rupiah
yang
dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan,atau digunakan sebagai alat
pembayaran secara melawan
hukum.
10. Pengelolaan
Rupiah adalah suatu kegiatan yang mencakup Perencanaan, Pencetakan,
Pengeluaran,
Pengedaran,Pencabutan dan Penarikan,
serta Pemusnahan Rupiah yang dilakukan secara efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel.
11. Perencanaan
adalah suatu rangkaian kegiatan menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan
perkiraan kebutuhan Rupiah dalam periode tertentu.
12. Pencetakan
adalah suatu rangkaian kegiatan mencetak Rupiah.
13. Pengeluaran
adalah suatu rangkaian kegiatan menerbitkan Rupiah sebagai alat pembayaran yang
sah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14. Pengedaran
adalah suatu rangkaian kegiatan mengedarkan atau mendistribusikan Rupiah di
Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
15. Pencabutan
dan Penarikan adalah rangkaian kegiatan yang menetapkan Rupiah tidak berlaku
lagi sebagai alat
pembayaran yang sah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
16. Pemusnahan
adalah suatu rangkaian kegiatan meracik,melebur, atau cara lain memusnahkan
Rupiah sehingga
tidak menyerupai Rupiah.
17. Penyidik
adalah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana.
18. Pemerintah
adalah Pemerintah Republik Indonesia.
19. Setiap orang
adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
MACAM DAN HARGA RUPIAH
Bagian Kesatu
Macam Rupiah
Pasal 2
(1) Mata Uang
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah.
(2) Macam Rupiah
terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah logam.
(3) Rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimbolkan dengan Rp.Bagian Kedua Harga
Rupiah
Pasal 3
(1) Harga Rupiah
merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan Rupiah.
(2) Satu Rupiah
adalah 100 (seratus) sen.
(3) Pecahan
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
berkoordinasi
dengan Pemerintah.
(4) Dalam
menetapkan pecahan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia
berkoordinasi dengan
Pemerintah memperhatikan kondisi
moneter,kepraktisan sebagai alat pembayaran, dan/atau kebutuhan
masyarakat.
(5) Perubahan
harga Rupiah diatur dengan Undang-Undang.
BAB III
CIRI, DESAIN, DAN BAHAN BAKU RUPIAH
Bagian Kesatu: Ciri Rupiah
Pasal 4
Ciri Rupiah
terdiri atas ciri umum dan ciri khusus.
Pasal 5
(1) Ciri umum
Rupiah kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. gambar
lambang negara ”Garuda Pancasila”;
b. frasa ”Negara
Kesatuan Republik Indonesia”;
c. sebutan
pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai nominalnya;
d. tanda tangan
pihak Pemerintah dan Bank Indonesia;
e. nomor seri
pecahan;
f. teks ”DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
MENGELUARKAN RUPIAH SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN
YANG SAH DENGAN NILAI …”; dan
g. tahun emisi
dan tahun cetak.
(2) Ciri umum
Rupiah logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. gambar
lambang negara ”Garuda Pancasila”;
b. frasa
”Republik Indonesia”;
c. sebutan
pecahan dalam angka sebagai nilai nominalnya; dan
d. tahun emisi.
(3) Setiap
pecahan Rupiah selain memiliki ciri umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) juga memiliki ciri khusus sebagai pengaman yang terdapat pada desain,
bahan, dan teknik cetak.
(4) Ciri khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat terbuka, semi tertutup, dan
tertutup.
Pasal 6
Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 tidak memuat gambar orang yang masih hidup.
Pasal 7
(1) Gambar
pahlawan nasional dan/atau Presiden dicantumkan sebagai gambar utama pada
bagian depan
Rupiah.
(2) Penggunaan
gambar pahlawan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Pemerintah dari
instansi resmi yang bertanggung jawab
dan berwenang menatausahakan gambar dimaksud dan memperoleh
persetujuan dari ahli waris.
(3) Gambar
pahlawan nasional dan/atau Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Bagian Kedua
Desain Rupiah
Pasal 8
Desain Rupiah
meliputi ciri, tanda tertentu, ukuran, dan unsur pengaman.
Bagian Ketiga
Bahan Baku Rupiah
Pasal 9
(1) Bahan baku
Rupiah terdiri atas Kertas Uang atau Logam Uang.
(2) Bahan baku
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan produk dalam negeri
dengan menjaga
mutu, keamanan, dan harga yang bersaing
serta ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi
dengan Pemerintah.
Pasal 10
Ketentuan lebih
lanjut mengenai ciri, desain, dan kriteria bahan baku Rupiah diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
BAB IV
PENGELOLAAN RUPIAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Pengelolaan
Rupiah meliputi tahapan:
a. Perencanaan;
b. Pencetakan;
c. Pengeluaran;
d. Pengedaran;
e. Pencabutan
dan Penarikan; dan
f. Pemusnahan.
(2) Perencanaan,
Pencetakan, dan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Bank Indonesia
yang berkoordinasi dengan Pemerintah.
(3) Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan Pengeluaran,
Pengedaran,
dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.
(4) Dalam
melaksanakan Pengedaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank
Indonesia menentukan
nomor seri uang kertas.
Pasal 12
Seluruh tahapan
dalam Pengelolaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) mengikuti
prosedur
pengamanan.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 13
(1) Perencanaan
dan penentuan jumlah Rupiah yang dicetak dilakukan oleh Bank Indonesia yang
berkoordinasi dengan Pemerintah.
(2) Penyediaan
jumlah Rupiah yang beredar dilakukan oleh Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Pencetakan
Pasal 14
(1) Pencetakan
Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Pencetakan
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk
badan
usaha milik negara sebagai pelaksana
Pencetakan Rupiah.
(3) Dalam hal
badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak
sanggup
melaksanakan
Pencetakan Rupiah, Pencetakan Rupiah dilaksanakan oleh badan usaha milik negara
bekerja sama
dengan lembaga
lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel serta
menguntungkan negara.
(4) Pelaksana
Pencetakan Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menjaga mutu,
keamanan, dan harga
yang bersaing.
Bagian Keempat
Pengeluaran
Pasal 15
(1) Pengeluaran
Rupiah dilakukan dan ditetapkan oleh Bank Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui media massa.
(2) Rupiah yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan
dari bea
materai.
(3) Bank Indonesia menetapkan tanggal, bulan,
dan tahun mulai berlakunya Rupiah.
Bagian Kelima
Pengedaran
Pasal 16
(1) Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan Rupiah kepada
masyarakat.
(2) Pengedaran
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai
dengan
kebutuhan jumlah uang beredar.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara mengedarkan Rupiah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Keenam
Pencabutan dan Penarikan
Pasal 17
(1) Pencabutan
dan Penarikan Rupiah dari peredaran dilakukan dan ditetapkan oleh Bank
Indonesia, ditempatkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta
diumumkan melalui media massa.
(2) Pencabutan
dan Penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penggantian oleh
Bank Indonesia
sebesar nilai nominal yang sama.
(3) Hak untuk
memperoleh penggantian Rupiah yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal Pencabutan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kriteria penggantian atas Rupiah yang dicabut dan ditarik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pemusnahan
Pasal 18
(1) Pemusnahan
terhadap Rupiah yang ditarik dari peredaran dilakukan oleh Bank Indonesia yang
berkoordinasi
dengan Pemerintah.
(2) Jumlah dan
nilai nominal Rupiah yang dimusnahkan ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
(3) Kriteria
Rupiah yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Rupiah yang tidak layak edar;
b. Rupiah yang masih layak edar yang
dengan pertimbangan tertentu tidak lagi mempunyai manfaat
ekonomis dan/atau kurang diminati
oleh masyarakat; dan/atau
c. Rupiah yang sudah tidak berlaku.
Pasal 19
Bank Indonesia
wajib melaporkan Pengelolaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 secara
periodik setiap
3 (tiga) bulan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 20
(1) Untuk
menjamin akuntabilitas pelaksanaan Pencetakan, Pengeluaran, dan Pemusnahan
Rupiah, Badan Pemeriksa
Keuangan melakukan audit secara periodik.
(2) Pelaksanaan
audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
BAB V
PENGGUNAAN RUPIAH
Pasal 21
(1) Rupiah wajib
digunakan dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang
harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya yang
dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. transaksi tertentu dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. penerimaan atau pemberian hibah dari
atau ke luar negeri;
c. transaksi perdagangan internasional;
d. simpanan di bank dalam bentuk valuta
asing; atau
e.
transaksi pembiayaan internasional.
BAB VI
PENUKARAN RUPIAH
Pasal 22
(1) Untuk
memenuhi kebutuhan Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
pecahan yang
sesuai, dan dalam kondisi yang layak
edar, Rupiah yang beredar di masyarakat dapat ditukarkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. penukaran Rupiah dapat dilakukan dalam
pecahan yang sama atau pecahan yang lain; dan/atau
b. penukaran Rupiah yang lusuh dan/atau
rusak sebagian karena terbakar atau sebab lainnya dilakukan
penggantian dengan nilai yang sama nominalnya.
(2) Penukaran
Rupiah yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
huruf
b dilakukan penggantian apabila tanda keaslian Rupiah tersebut masih dapat
diketahui atau dikenali.
(3) Kriteria
Rupiah yang lusuh dan/atau rusak yang dapat diberikan penggantian sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia.
(4) Penukaran
Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia, bank
yang beroperasi di
Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 23
(1) Setiap orang
dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai
pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang
harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk
penyelesaian
kewajiban dalam valuta asing yang telah
diperjanjikan secara tertulis.
Pasal 24
(1) Setiap orang
dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan/atau promosi dengan
memberi
kata spesimen.
(2) Setiap orang
dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan.
Pasal 25
(1) Setiap orang
dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud
merendahkan kehormatan Rupiah sebagai
simbol negara.
(2) Setiap orang
dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan,
dan/atau
diubah.
(3) Setiap orang
dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan,
dan/atau
diubah.
Pasal 26
(1) Setiap orang
dilarang memalsu Rupiah.
(2) Setiap orang
dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan
Rupiah Palsu.
(3) Setiap orang
dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah
Palsu.
(4) Setiap orang
dilarang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Setiap orang
dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu.
Pasal 27
(1) Setiap orang
dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan,
dan/atau
mendistribusikan mesin, peralatan, alat
cetak, pelat cetak, atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk
membuat Rupiah Palsu.
(2) Setiap orang
dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan,
dan/atau
mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu.
BAB VIII
PEMBERANTASAN RUPIAH PALSU
Pasal 28
(1)
Pemberantasan Rupiah Palsu dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu badan yang
mengoordinasikan
pemberantasan Rupiah Palsu.
(2) Badan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. Badan Intelijen Negara;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Kejaksaan Agung;
d. Kementerian Keuangan; dan
e. Bank Indonesia.
(3) Ketentuan
mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab badan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur
dengan Peraturan Presiden.
Pasal 29
(1) Kewenangan
untuk menentukan keaslian Rupiah berada pada Bank Indonesia.
(2) Dalam
melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia
memberikan informasi
dan pengetahuan mengenai tanda keaslian
Rupiah kepada masyarakat.
(3) Masyarakat
dapat meminta klarifikasi dari Bank Indonesia tentang Rupiah yang diragukan
keasliannya.
BAB IX
PEMERIKSAAN
TINDAK PIDANA TERHADAP RUPIAH
Pasal 30
Pemeriksaan
tindak pidana terhadap Rupiah dilaksanakan
berdasarkan
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana,
kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 31
Alat bukti dalam
perkara tindak pidana terhadap Rupiah meliputi:
a. alat bukti
yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; dan
b. alat bukti
yang diatur dalam Undang-Undang ini, yaitu:
1. barang yang
menyimpan gambar, suara dan film, baik dalam bentuk elektronik maupun optik,
dan semua
bentuk penyimpanan data; dan/atau
2. data yang
tersimpan dalam jaringan internet atau penyedia saluran komunikasi lainnya.
Pasal 32
(1) Selain kewenangan
Penyidik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana,
Penyidik juga berwenang untuk membuka
akses atau memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang
tersimpan dalam arsip komputer, jaringan
internet, media optik, serta semua bentuk penyimpanan data elektronik
lainnya.
(2) Untuk
kepentingan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik dapat
menyita alat bukti dari
pemilik data dan penyedia jasa layanan
elektronik.
(3) Dalam hal
ditemukan terdapat hubungan antara data elektronik dan perkara yang sedang
diperiksa, data
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilampirkan pada berkas perkara.
(4) Dalam hal
tidak ditemukan adanya hubungan antara data elektronik dan perkara, data
elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihapus dan
Penyidik berkewajiban menjaga rahasia isi data elektronik yang dihapus.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
(1) Setiap orang
yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap
transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian
kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi
keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang
dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai
pembayaran
atau untuk menyelesaikan kewajiban yang
harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan
lainnya di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 34
(1) Setiap orang
yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan memberi
kata spesimen
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan
pidana denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang
yang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24
ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun dan pidana denda
paling banyak
Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 35
(1) Setiap orang
yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah
dengan
maksud merendahkan kehormatan Rupiah
sebagai simbol negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(1)
dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang
yang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan,
dan/atau diubah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap orang
yang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong,
dihancurkan, dan/atau
diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 36
(1) Setiap orang
yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(2) Setiap orang
yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan
Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang
yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan
Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(4) Setiap orang
yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah).
(5) Setiap orang
yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (5)
dipidana dengan pidana penjara paling lama
seumur hidup dan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
Pasal 37
(1) Setiap orang
yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan mesin, peralatan, alat
cetak, pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk
membuat Rupiah Palsu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama seumur hidup dan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Setiap orang
yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau
mendistribusikan bahan baku Rupiah yang
digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan
pidana
denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 38
(1) Dalam hal
perbuatan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal
35, serta Pasal
36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) dilakukan oleh pegawai Bank Indonesia, pelaksana Pencetakan
Rupiah, badan yang mengoordinasikan
pemberantasan Rupiah Palsu, dan/atau aparat penegak hukum, pelaku
dipidana dengan pidana penjara dan pidana
denda maksimum ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dilakukan
secara terorganisasi, digunakan untuk
kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat
mengakibatkan terganggunya perekonomian
nasional, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
seumur hidup dan pidana denda paling
banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal 39
(1) Pidana yang
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan ketentuan ancaman
pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, atau Pasal 37 ditambah 1/3
(satu per tiga).
(2) Dalam hal
terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu membayar
pidana denda,
dalam putusan pengadilan dicantumkan
perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda
pengurus korporasi.
(3) Selain
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal
36, atau Pasal 37, setiap
orang dapat dikenai pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang
tertentu milik terpidana.
Pasal 40
(1) Dalam hal
terpidana perseorangan tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, serta
Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pidana denda diganti
dengan
pidana kurungan dengan ketentuan untuk
setiap pidana denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
diganti dengan pidana kurungan selama 2
(dua) bulan.
(2) Lama pidana
kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam
putusan
pengadilan.
Pasal 41
(1) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 adalah pelanggaran.
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 adalah
kejahatan.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Rupiah kertas
dengan ciri umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) mulai berlaku,
dikeluarkan, dan
diedarkan pada
tanggal 17 Agustus 2014.
Pasal 43
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Rupiah kertasdan Rupiah logam yang telah
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum
dicabut dan ditarik dari peredaran.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan perundang-undangan yang ada
dinyatakan masih tetap
berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan BAB X Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana tentang pemalsuan Mata Uang dan uang kertas dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 46
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 2, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal
22, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan
perundang-undangan sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah
ditetapkan
paling lama 1
(satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 48
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
Pada tanggal 28
Juni 2011
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
Pada tanggal 28
Juni 2011
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 64.
Salinan sesuai
dengan aslinya
KEMENTERIAN
SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
Asisten Deputi
Perundang-undangan
Bidang
Perekonomian,
SETIO SAPTO
NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2011
TENTANG
MATA UANG
I. UMUM
Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki
simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh
warga Negara Indonesia. Salah satu simbol kedaulatan negara tersebut adalah
Mata Uang. Mata Uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Negara Republik
Indonesia adalah Rupiah. Rupiah dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah
dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dalam Pasal 23B mengamanatkan bahwa macam dan harga Mata Uang ditetapkan
dengan
undang-undang. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan
pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang. Rupiah sebagai
Mata Uang Negara Kesatuan Republik
Indonesia
sesungguhnya telah diterima dan digunakan sejak kemerdekaan.
Dalam
sejarah pengaturan macam dan harga Mata Uang di Indonesia setelah masa
kemerdekaan, pernah dibentuk 4 (empat) undang-undang yang mengatur Mata Uang.
Penerbitan keempat undang-undang tersebut
bukan sebagai
pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
melainkan sebagai pelaksanaan amanat Pasal 109 ayat (4) Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950. Dalam kehidupan perekonomian suatu negara, peranan uang
sangatlah penting karena uang mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai
alat penukar atau alat pembayar dan pengukur harga sehingga dapat dikatakan bahwa
uang merupakan salah satu alat utama perekonomian. Dengan uang perekonomian
suatu negara akan berjalan dengan baik sehingga
mendukung
tercapainya tujuan bernegara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur. Selain
itu, jika dilihat secara khusus dari bidang moneter, jumlah uang yang beredar
dalam suatu negara harus dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan
perekonomian.
Karena
melihat perannya yang sangat penting, uang harus dibuat sedemikian rupa agar
sulit ditiru atau dipalsukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Di
sinilah peran otoritas yang profesional sangat diperlukan untuk menentukan
ciri, desain, dan bahan baku Rupiah. Kejahatan terhadap Mata Uang, terutama
pemalsuan uang, dewasa ini semakin merajalela dalam skala yang besar dan sangat
merisaukan, terutama dalam hal dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan pemalsuan
uang yang dapat mengancam kondisi moneter dan perekonomian nasional.
Pemalsuan uang
dewasa ini ternyata juga menimbulkan kejahatan lainnya seperti terorisme,
kejahatan politik, pencucian uang (money laundring), pembalakan kayu
secara liar (illegal logging), dan perdagangan orang (human
trafficking), baik yang dilakukan secara perseorangan, terorganisasi, maupun
yang dilakukan lintas negara. Bahkan, modus dan bentuk kejahatan terhadap Mata
Uang semakin berkembang. Sementara itu, ketentuan tindak pidana pemalsuan uang
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana belum mengatur secara
komprehensif jenis perbuatan tersebut dan sanksi yang diancamkan. Dengan mempertimbangkan
dasar pemikiran tersebut, perlu diatur macam dan harga Mata Uang, termasuk
sanksi dalam suatu undang-undang karena hal itu merupakan suatu kebutuhan yang
mendasar.
Undang-Undang
ini mewajibkan penggunaan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang,
dan/atau transaksi keuangan lainnya, yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah akan
berdampak pada kepercayaan masyarakat internasional terhadap Rupiah dan
perekonomian nasional pada umumnya sehingga Rupiah memiliki martabat, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri dan Rupiah terjaga kestabilannya. Undang-Undang
ini menekankan pula pada Pengelolaan Rupiah yang terintegrasi, mulai dari
perencanaan jumlah Rupiah yang akan dicetak, Pencetakan Rupiah, Pengeluaran
Rupiah, Pengedaran Rupiah, serta Penarikan dan Pencabutan Rupiah sampai dengan
Pemusnahan Rupiah dengan tingkat pengawasan yang komprehensif sehingga ada check
and balances antarpihak yang terkait agar tercipta good governance.
Penegakan hukum
terkait kejahatan Mata Uang, terutama pemalsuan Rupiah, memerlukan pengaturan
yang memberikan efek jera bagi pelaku karena efek kejahatan tersebut berdampak
luar biasa terhadap perekonomian dan
martabat bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu, setiap orang yang
melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi pidana yang sangat
berat.
Secara
garis besar materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi (i)
pengaturan mengenai Rupiah secara fisik, yakni mengenai macam dan harga, ciri,
desain, serta bahan baku Rupiah; (ii) pengaturan
mengenai
Pengelolaan Rupiah sejak Perencanaan, Pencetakan, Pengeluaran, Pengedaran,
Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Rupiah; (iii) pengaturan mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah, penukaran Rupiah, larangan, dan pemberantasan
Rupiah Palsu; serta (iv) pengaturan mengenai ketentuan pidana terkait masalah
penggunaan, peniruan, perusakan, dan pemalsuan Rupiah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Selain simbol Rp
(Rp ditulis tanpa tanda titik), dikenal juga IDR yang merupakan singkatan dari Indonesian
Rupiah, biasanya digunakan dalam perdagangan internasional, baik
dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Berkoordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk pemberitahuan dan pertukaran
informasi sebagai bahan pertimbangan.
Ayat (4)
Berkoordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk pemberitahuan dan pertukaran
informasi sebagai bahan pertimbangan.
Ayat (5)
Selama
Undang-Undang mengenai perubahan harga Rupiah belum diundangkan, perubahan harga
Rupiah tidak dapat dilakukan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penandatanganan
oleh pihak Pemerintah diwakili Menteri Keuangan dan penandatanganan oleh pihak
Bank Indonesia diwakili Gubernur Bank Indonesia.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud
dengan “bersifat terbuka (overt)” adalah unsur pengaman yang dapat
dideteksi tanpa bantuan alat.
Yang dimaksud
dengan “bersifat semi tertutup (semicovert)” adalah unsur pengaman yang dapat dideteksi dengan
menggunakan alat yang sederhana seperti kaca pembesar dan lampu ultraviolet
(UV).
Yang dimaksud
“bersifat tertutup (covert/forensic)” adalah unsur pengaman yang hanya
dapat dideteksi dengan menggunakan peralatan laboratorium/forensik.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan “pahlawan nasional” adalah pahlawan sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundangundangan.
Yang dimaksud
dengan “bagian depan Rupiah” adalah sisi desain
Rupiah yang
terdapat gambar lambang negara "Garuda Pancasila".
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud
dengan “tanda tertentu” mencakup warna, gambar,
ukuran, besar,
bahan Rupiah, dan tanda lainnya.
Yang dimaksud
dengan “unsur pengaman” termasuk di dalamnya ciri
atau tanda yang
dapat dipergunakan oleh tunanetra.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “berkoordinasi” adalah Bank Indonesia
memberitahukan
spesifikasi teknis dan ciri bahan baku Rupiah
kepada badan
yang mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu
dalam upaya
mencegah dan memberantas Rupiah Palsu, demikian
pula badan yang
mengoordinasikan pemberantasan Rupiah Palsu
dapat memberikan
masukan tentang aspek keamanan bahan baku
Rupiah kepada
Bank Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 6 -
Ayat (2)
Berkoordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat ini bertujuan untuk
pemberitahuan
dan pertukaran informasi sebagai bahan
pertimbangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan “berkoordinasi” diwujudkan dalam
bentuk
pertukaran informasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah,
antara lain
terkait dengan asumsi tingkat inflasi, asumsi
pertumbuhan
ekonomi, rencana tentang macam dan harga Rupiah,
proyeksi jumlah
Rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah Rupiah yang
rusak dan yang
ditarik dari peredaran.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Untuk menjaga
kualitas keamanan Rupiah, dalam Pencetakan
Rupiah, Bank
Indonesia meminta masukan dari badan yang
mengoordinasikan
pemberantasan Rupiah Palsu.
Ayat (2)
Yang dimaksud
dengan “badan usaha milik negara” adalah badan
usaha milik
negara yang bergerak dalam bidang pencetakan Rupiah.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan “tidak sanggup melaksanakan Pencetakan
Rupiah” adalah
ketidaksanggupan yang disebabkan oleh keadaan
kahar (force
majeure) dan bencana sosial.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
“harga yang bersaing” adalah harga yang
batasannya
ditentukan berdasarkan peraturan perundangundangan
mengenai
pengadaan barang dan jasa.
Pasal 15 . . .
- 7 -
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Penetapan
Pencabutan Rupiah memuat pengaturan mengenai
tanggal
berakhirnya Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan
batas waktu
penukaran Rupiah kepada bank, Bank Indonesia,
atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Penarikan Rupiah
meliputi penarikan dalam rangka Pencabutan dan
penggantian
Rupiah yang rusak atau lusuh.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Berkoordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat ini
diwujudkan dalam
bentuk nota kesepahaman antara Bank Indonesia
dan Pemerintah
yang berisi teknis pelaksanaan Pemusnahan Rupiah,
termasuk
pembuatan berita acara Pemusnahan Rupiah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Yang dimaksud
dengan “Dewan Perwakilan Rakyat” adalah alat
kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan
dan perbankan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
- 8 -
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud
dengan “transaksi keuangan lainnya” antara
lain meliputi
kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah
dan jenis
pecahan dari nasabah kepada bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud
dengan “Rupiah yang lusuh” adalah Rupiah yang
ukuran dan bentuk
fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya, tetapi
kondisinya telah
berubah yang antara lain karena jamur, minyak,
bahan kimia,
atau coretan.
Yang dimaksud
dengan “Rupiah yang rusak” adalah Rupiah yang
ukuran atau
fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara
lain karena
terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau Rupiah yang
ukuran fisiknya
berbeda dengan ukuran aslinya, antara lain karena
robek atau uang
yang mengerut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25 . . .
- 9 -
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud
dengan “merusak” adalah mengubah bentuk,
atau mengubah
ukuran fisik dari aslinya, antara lain membakar,
melubangi,
menghilangkan sebagian, atau merobek.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam memberikan
penjelasan informasi dan pengetahuan tentang
keaslian Rupiah,
Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan pihak
lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 10 -
Ayat (2)
Untuk
menyerahkan dan/atau membuka data elektronik
dimaksud,
Penyidik melakukannya dengan memberikan tanda
terima.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44 . . .
- 11 -
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5223.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar