|
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu
didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan
perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia
usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu
didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang
dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
c. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar
pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih
memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal
20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perseroan Terbatas, yang
selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan
Komisaris.
3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberi nasihat kepada Direksi.
7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang
melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
8. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah
pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
9. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah
ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.
10. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan
atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru
yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan
diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena
hukum.
11.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
12. Pemisahan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum
kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan
beralih karena hukum kepada satu Perseroan atau lebih.
13. Surat
Tercatat adalah surat
yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari
penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
14. Surat Kabar
adalah surat kabar harian berbahasa Indonesia yang
beredar secara nasional.
15. Hari adalah hari kalender.
16. Menteri
adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
Pasal 2
Perseroan harus mempunyai
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.
Pasal 3
(1) Pemegang
saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan
melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai
badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang
saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang
saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham
yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Pasal 4
Terhadap Perseroan berlaku
Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
(1) Perseroan
mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang
ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat
kedudukannya.
(3) Dalam
surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan
akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat
lengkap Perseroan.
Pasal 6
Perseroan didirikan untuk
jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagaimana ditentukan dalam anggaran
dasar.
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR
PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR
PERSEROAN DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Perseroan
didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia.
(2) Setiap
pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
(4) Perseroan
memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
(5) Setelah
Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari
2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian
sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang
lain.
(6) Dalam hal
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham
tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara
pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak
yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan
yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak
berlaku bagi:
a. Persero yang seluruh sahamnya
dimiliki oleh negara; atau
b. Perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Pasar Modal.
Pasal 8
(1) Akta
pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian
Perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat sekurang-kurangnya:
a. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat
lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum dari pendiri Perseroan;
b. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan
anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
c. nama
pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan
nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
(3) Dalam
pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
Pasal 9
(1) Untuk
memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan
permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum
secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan
Perseroan;
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
b. jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian
format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan
pengajuan nama Perseroan.
(3) Dalam hal
pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
(1) Permohonan
untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai
dokumen pendukung.
(2) Ketentuan
mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
(3) Apabila
format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan
mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan
tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila
format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan
mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan
penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang
bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen
pendukung.
(6) Apabila
semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara
lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan
tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila
persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal
tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal
pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
(9) Dalam hal
permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya
jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum
bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan
pengajuan kembali.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau tidak
dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Perbuatan
hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan
oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta
pendirian.
(2) Dalam hal
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang
bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta
otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat
akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.
(4) Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak
dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta
tidak mengikat Perseroan.
Pasal 13
(1) Perbuatan
hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum
didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila
RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih
semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh
calon pendiri atau kuasanya.
(2) RUPS
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum.
(3) Keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang
saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan
suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS
tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung
jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan
hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon
pendiri sebelum pendirian Perseroan.
Pasal 14
(1) Perbuatan hukum
atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh
dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua
anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal
perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas
nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum
tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat
Perseroan.
(3) Perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab
Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab
Perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham
dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan.
(5) RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus
diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh
status badan hukum.
Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan
Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
Anggaran Dasar dan Perubahan
Anggaran Dasar
Paragraf 1
Anggaran Dasar
Pasal 15
(1) Anggaran
dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan
Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah
saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap
saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota
Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara
pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan
pembagian dividen.
(2) Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat
ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat:
a. ketentuan tentang penerimaan
bunga tetap atas saham; dan
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 16
(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
a. telah
dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama
Perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban
umum dan/atau kesusilaan;
c. sama atau
mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga
internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud
dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
e. terdiri
atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak
membentuk kata; atau
f. mempunyai arti sebagai
Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
(2) Nama
Perseroan harus didahului dengan frase "Perseroan Terbatas" atau
disingkat "PT".
(3) Dalam hal
Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan "Tbk".
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 17
(1) Perseroan
mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau
kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam
anggaran dasar.
(2) Tempat
kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat
Perseroan.
Pasal 18
Perseroan harus mempunyai
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar
Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 19
(1) Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
(2) Acara
mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam
panggilan RUPS.
Pasal 20
(1) Perubahan
anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan,
kecuali dengan pesetujuan kurator.
(2) Persetujuan
kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan
persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
Pasal 21
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat
kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan
anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan
kepada Menteri.
(4) Perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau
dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan
anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat
notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan
anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notaris setelah lewat batas
waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan
perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah
lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat
diajukan atau disampaikan kepada Menteri.
Pasal 22
(1) Permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu
berdirinya Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan
kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu
berdirinya Perseroan berakhir.
(2) Menteri
memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya
Perseroan.
Pasal 23
(1) Perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak
tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan
anggaran dasar.
(2) Perubahan
anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak
tanggal diterbitkannya surat
penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal
Undang-Undang ini menentukan lain.
Pasal 24
(1) Perseroan
yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai
Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan pernyataan
pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 25
(1) Perubahan
anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan
Terbuka mulai berlaku sejak tanggal:
a. efektif
pernyataan pen_daftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar
modal bagi Perseroan Publik; atau
b.
dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan yang mengajukan pernyataan
pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan
penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
(2) Dalam hal
pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
tidak menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan
penawaran umum saham, Perseroan harus mengubah kembali anggaran dasarnya dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal persetujuan Menteri.
Pasal 26
Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka
Penggabungan atau Pengambilalihan berlaku sejak tanggal:
a. persetujuan Menteri;
b. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
a. persetujuan Menteri;
b. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
c.
pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian
yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.
Pasal 27
Permohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
b. isi
perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan/atau kesusilaan; atau
c. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS
mengenai pengurangan modal.
Pasal 28
Ketentuan mengenai tata cara
pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi pengajuan permohonan
persetujuan perubahan anggaran dasar dan keberatannya.
Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
Daftar Perseroan dan Pengumuman
Paragraf 1
Daftar Perseroan
Pasal 29
(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang
meliputi:
a. nama dan
tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu
pendirian, dan permodalan;
b. alamat lengkap Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. nomor dan
tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
d. nomor dan
tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
e. nomor dan
tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
f. nama dan
tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan
anggaran dasar;
g. nama
lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris
Perseroan;
h. nomor dan
tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang
pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
i. berakhirnya status badan hukum
Perseroan;
j. neraca dan
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib
diaudit.
(3) Data
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan
pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:
a. Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan
anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
b. penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
c. penerimaan
pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran
dasar.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat
pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(5) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbuka untuk umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Pengumuman
Pasal 30
Pengumuman
Pasal 30
(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia:
a. akta pendirian
Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(4);
b. akta
perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
c. akta
perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak
diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
MODAL DAN SAHAM
Bagian Kesatu
Modal
Pasal 31
(1) Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal
saham.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas
saham tanpa nilai nominal.
Pasal 32
(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2)
Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah
minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perubahan
besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Paling
sedikit 25% (dua puluh lima
persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan
dan disetor penuh.
(2) Modal
ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Pengeluaran
saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan
harus disetor penuh.
Pasal 34
(1) Penyetoran
atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk
lainnya.
(2) Dalam hal
penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan Perseroan.
(3) Penyetoran
saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) Surat
Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta
pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham
tersebut.
Pasal 35
(1) Pemegang
saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak
dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas
harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS.
(2) Hak tagih
terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi
dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang
timbul karena:
a. Perseroan
telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud
yang dapat dinilai dengan uang;
b. pihak yang
menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang
Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
c. Perseroan
menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah
menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang
langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
(3) Keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan
ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan
anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran
dasar.
Pasal 36
(1) Perseroan
dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh
Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah
dimiliki oleh Perseroan.
(2) Ketentuan
larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum,
hibah, atau hibah wasiat.
(3) Saham yang
diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada
pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal
Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek,
berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan
Perseroan
Pasal 37
Perlindungan Modal dan Kekayaan
Perseroan
Pasal 37
(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah
dikeluarkan dengan ketentuan:
a. pembelian
kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi
lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang
telah disisihkan; dan
b. jumlah
nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham
atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau
Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pembelian
kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan
dengan ayat (1) batal karena hukum.
(3) Direksi
secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang
saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal
karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Saham yang
dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 38
(1) Pembelian
kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya
lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan
RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila
dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan
persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 39
(1) RUPS dapat
menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun.
(2) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama.
(3) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali oleh RUPS.
Pasal 40
(1) Saham yang
dikuasai Perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau
hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan
tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapat pembagian dividen.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 41
Penambahan Modal
Pasal 41
(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan
persetujuan RUPS.
(2) RUPS dapat
menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Penyerahan
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik
kembali oleh RUPS.
Pasal 42
(1) Keputusan
RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan
anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar.
(2) Keputusan
RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar
adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh
lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan,
kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.
(3) Penambahan
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada Menteri
untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
Pasal 43
(1) Seluruh
saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan
kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi
saham yang sama.
(2) Dalam hal
saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang
klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu
adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang
dimilikinya.
(3) Penawaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham:
a. ditujukan kepada karyawan
Perseroan;
b. ditujukan
kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham,
yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau
c. dilakukan
dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh
RUPS.
(4) Dalam hal
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk
membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa
saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 44
Pengurangan Modal
Pasal 44
(1) Keputusan
RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk
perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau
anggaran dasar.
(2) Direksi
wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua
kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
Pasal 45
(1) Dalam
jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan
secara tertulis disertai alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan
modal dengan tembusan kepada Menteri.
(2) Dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara
tertulis atas keberatan yang diajukan.
(3) Dalam hal Perseroan:
a. menolak
keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima;
atau
b. tidak
memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal keberatan diajukan kepada Perseroan, kreditor dapat mengajukan gugatan
ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 46
(1) Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran
dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan
kreditor; atau
c. gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 47
(1) Keputusan
RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara
penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
(2) Penarikan
kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap saham yang
telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang
dapat ditarik kembali.
(3) Penurunan
nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang
terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham.
(4)
Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dengan
persetujuan semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal
terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang
pengurangan modal hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya
dirugikan oleh keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut.
Bagian Kelima
Saham
Pasal 48
Saham
Pasal 48
(1) Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(2) Persyaratan
kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan
persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal
persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut
tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak
diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 49
(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran
saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.
Pasal 50
(1) Direksi
Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat
sekurang-kurangnya:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah,
nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya
dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
c. jumlah yang disetor atas setiap
saham;
d. nama dan
alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas
saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak
gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
e. keterangan
penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2).
(2) Selain daftar
pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib
mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham
anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan
dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam
daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar
pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para
pemegang saham.
(5) Dalam hal
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain,
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku
juga bagi Perseroan Terbuka.
Pasal 51
Pemegang saham diberi bukti
pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Pasal 52
(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
a. menghadiri dan mengeluarkan
suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar
pemegang saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi
klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
(4) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak
dapat dibagi.
(5) Dalam hal 1
(satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari
saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil
bersama.
Pasal 53
(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham
atau lebih.
(2) Setiap
saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal
terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah
satu di antaranya sebagai saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
antara lain:
a. saham dengan hak suara atau
tanpa hak suara;
b. saham
dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris;
c. saham yang
setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi
saham lain;
d. saham yang memberikan
hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham
klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e. saham yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham
klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Pasal 54
(1) Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal
saham.
(2) Pemegang
pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali
pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang
pecahan nilai nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki
nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis
berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.
Pasal 55
Dalam anggaran dasar Perseroan
ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 56
(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta
pemindahan hak.
(2) Akta
pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan
secara tertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi
wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak
tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan
pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri
menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan
susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan
mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 57
(1) Dalam
anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham,
yaitu:
a. keharusan
menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu
atau pemegang saham lainnya;
b. keharusan mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
c. keharusan
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas
saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Pasal 58
(1) Dalam hal
anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu
sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain,
dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran
dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham
penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap
pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Kewajiban
menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali.
Pasal 59
(1) Pemberian
persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ
Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan
menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan
tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui
pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal
pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal persetujuan diberikan.
Pasal 60
(1) Saham
merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
kepada pemiliknya.
(2) Saham dapat
diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain
dalam anggaran dasar.
(3) Gadai saham
atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Hak suara
atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada
pemegang saham.
Pasal 61
(1) Setiap
pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan
negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan
tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan
Komisaris.
(2) Gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 62
(1) Setiap
pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan
yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan
atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen)
kekayaan bersih Perseroan; atau
c. Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(2) Dalam hal
saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi
batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham
dibeli oleh pihak ketiga.
BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN,
DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN,
DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian Kesatu
Rencana Kerja
Pasal 63
(1) Direksi
menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan
untuk tahun buku yang akan datang.
Pasal 64
(1) Rencana
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris
atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Anggaran
dasar dapat menentukan rencana kerja yang disampaikan oleh Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS,
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal
anggaran dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS,
rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris.
Pasal 65
(1) Dalam hal
Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64,
rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana
kerja tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang rencana kerjanya belum
memperoleh persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 66
Laporan Tahunan
Pasal 66
(1) Direksi
menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris
dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan
berakhir.
(2) Laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a. laporan
keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari
tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,
serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan
Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian
masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha
Perseroan;
e. laporan
mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama
tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan
tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi
anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar
akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Laporan
tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua
anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku
yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan
RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal
terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani
laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus
menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh
Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
(3) Dalam hal
terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani
laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan
secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan
tahunan.
Pasal 68
(1) Direksi
wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk
diaudit apabila:
a. kegiatan
usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan
mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling
sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah); atau
f. diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan
tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan
atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan
laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam
1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman
neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan
besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Persetujuan
laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas
pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan
atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini
dan/atau anggaran dasar.
(3) Dalam hal
laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan,
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung
jawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena
kesalahannya.
Bagian Ketiga
Penggunaan Laba
Pasal 70
Penggunaan Laba
Pasal 70
(1) Perseroan
wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk
cadangan.
(2) Kewajiban
penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila
Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan
laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan
mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang
ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang
tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 71
(1) Penggunaan
laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh
laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen,
kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai
saldo laba yang positif.
Pasal 72
(1) Perseroan
dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir
sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian
dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila
jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil daripada jumlah
modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian
dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengganggu atau
menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau
mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian
dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh
persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan
ayat (3).
(5) Dalam hal
setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada
Perseroan.
(6) Direksi dan
Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian
Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 73
(1) Dividen
yang tidak diambil setelah 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau,
dimasukkan ke dalam cadangan khusus.
(2) RUPS
mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dividen
yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak
Perseroan.
BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasal 74
(1) Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 75
(1) RUPS
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris,
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum
RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan
Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan
mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
(3) RUPS dalam
mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang
saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara
rapat.
(4) Keputusan
atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Pasal 76
(1) RUPS
diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS
Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham
Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah
negara Republik Indonesia.
(4) Jika dalam
RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham
menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di
manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan
tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 77
(1) Selain
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga
dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan
kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar
Perseroan.
(3) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah
rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.
Pasal 78
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS
tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah
tahun buku berakhir.
(3) Dalam RUPS
tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
(4) RUPS
lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan
Perseroan.
Pasal 79
(1) Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan
RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului
pemanggilan RUPS.
(2)
Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas
permintaan:
a. 1 (satu)
orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali
anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
b. Dewan Komisaris.
(3) Permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direksi dengan Surat
Tercatat disertai alasannya.
(4) Surat
Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang
saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi
wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung
sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal
Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
a. permintaan
penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan
kembali kepada Dewan Komisaris; atau
b. Dewan
Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b.
(7) Dewan
Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf a dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal
permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS yang
diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang
diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(10)
Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini
sepanjang ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak
menentukan lain.
Pasal 80
(1) Dalam hal
Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham
yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan
untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan
RUPS tersebut.
(2) Ketua
pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau
Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila
pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan
pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan
ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga ketentuan
mengenai:
a. bentuk
RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu
pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau
tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah
yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua
pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan
secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan
yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(5) RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat
sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan
ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal
penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan
memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan
lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 81
(1) Direksi
melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan RUPS.
(2) Dalam hal
tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan
negeri.
Pasal 82
(1) Pemanggilan
RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan
tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan
RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam
panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat
disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di
kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal
RUPS diadakan.
(4) Perseroan
wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal
pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan
RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
Pasal 83
(1) Bagi
Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan
pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 84
(1) Setiap
saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan
lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk:
a. saham Perseroan yang dikuasai
sendiri oleh Perseroan;
b. saham induk
Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak
langsung; atau
c. saham Perseroan
yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak
langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
Pasal 85
(1) Pemegang
saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan
menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham
tanpa hak suara.
(3) Dalam
pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk
seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa
kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang
dimilikinya dengan suara yang berbeda.
(4) Dalam
pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan
yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal
pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat
kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat
berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan
ketentuan Undang-Undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap
Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
Pasal 86
(1) RUPS dapat
dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang
dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal
kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan
pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam
pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan
dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal
kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan
dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum
untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan
RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah
ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan
ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan
RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua
dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan.
Pasal 87
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
(2) Dalam hal
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu
perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang
dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui
oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
Pasal 88
(1) RUPS untuk
mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau
diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal
kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat
diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika
disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku
juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 89
(1) RUPS untuk
menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan
permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat
paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui
paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal
kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan
RUPS kedua.
(3) RUPS kedua
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika
dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika
disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 90
(1) Setiap
penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua
rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan
oleh peserta RUPS.
(2) Tanda
tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah
RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris.
Pasal 91
Pemegang saham dapat juga
mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang
saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul
yang bersangkutan.
BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Direksi
Pasal 92
(1) Direksi
menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi
berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota
Direksi atau lebih.
(4) Perseroan
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat,
Perseroan yang menerbitkan surat
pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai
paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal
Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang
pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan
wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.
Pasal 93
(1) Yang dapat
diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan
perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang
berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh
Perseroan.
Pasal 94
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk
pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta
pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan
dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran
dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan
RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga
menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
tersebut.
(6) Dalam hal
RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian
anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal
terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi
wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri
menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan
kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
(9)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan
yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.
Pasal 95
(1)
Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya
atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota
Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan
anggota Direksi yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan
hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap
mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan
hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak
sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota
Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 97 dan Pasal 104.
Pasal 96
(1) Ketentuan
tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan
keputusan RUPS.
(2) Kewenangan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan
Komisaris.
(3) Dalam hal
kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
Pasal 97
(1) Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92
ayat (1).
(2) Pengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap
anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal
Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap
anggota Direksi.
(5) Anggota
Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah
melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak
mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah
mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama
Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan
melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau
kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain
dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.
Pasal 98
(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
(2) Dalam hal
anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili
Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran
dasar.
(3) Kewenangan
Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang
ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.
(4) Keputusan
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.
Pasal 99
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan
apabila:
a. terjadi
perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang
bersangkutan; atau
b. anggota
Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal
terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili
Perseroan adalah:
a. anggota
Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
b. Dewan
Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan; atau
c. pihak lain
yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris
mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
Pasal 100
(1) Direksi Wajib:
a. membuat
daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
b. membuat
laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan;
dan
c. memelihara
seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh
daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas
permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang
saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan
salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.
Pasal 101
(1) Anggota
Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota
Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan
lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota
Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian Perseroan tersebut.
Pasal 102
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan;
atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
(2) Transaksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan
bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau
jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan
atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai
pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat
Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan
kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan
RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 103
Direksi dapat memberi kuasa
tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang
lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu
sebagaimana yang diuraikan dalam surat
kuasa.
Pasal 104
(1) Direksi
tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada
pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal
kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung
renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari
harta pailit tersebut.
(3) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang
salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka
waktu 5 (lima)
tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota
Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah
melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak
mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi
Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Pasal 105
(1) Anggota
Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan
menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan
untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal
keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih
dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela
diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian
kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian
tersebut.
(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:
a. ditutupnya RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1);
b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
c. tanggal
lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
atau
d. tanggal
lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 106
(1) Anggota
Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan
menyebutkan alasannya.
(2)
Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara
tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota
Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan
Pasal 98 ayat (1).
(4) Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian
sementara harus diselenggarakan RUPS.
(5) Dalam RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian
sementara tersebut.
(7) Dalam hal
RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang
bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan,
pemberhentian sementara tersebut menjadi batal.
(9) Bagi
Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 107
Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai:
a. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
a. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
b. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
c. pihak yang
berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh
anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Bagian Kedua
Dewan Komisaris
Pasal 108
Dewan Komisaris
Pasal 108
(1) Dewan
Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan
pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi
nasihat kepada Direksi.
(2) Pengawasan
dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau
lebih.
(4) Dewan
Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis
dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri,
melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(5) Perseroan
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat
pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Pasal 109
(1) Perseroan
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai
Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
(2) Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli
syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama
Indonesia.
(3) Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat
dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Pasal 110
(1) Yang dapat
diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap
melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi
anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum
karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang
berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.
Pasal 111
(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk
pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam
akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota
Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat
kembali.
(4) Anggaran
dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan
Komisaris.
(5) Keputusan RUPS
mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris
juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal
RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal
terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris,
Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat
dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak
setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang
disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.
Pasal 112
(1)
Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum
sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak
terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi
harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang
bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan
hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya
batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab anggota
Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.
Pasal 113
Ketentuan tentang besarnya gaji
atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh
RUPS.
Pasal 114
(1) Dewan
Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 108 ayat (1)
(2) Setiap
anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap
anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal
Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih,
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung
renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan
Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. telah
melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. tidak
mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. telah
memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
(6) Atas nama
Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan
Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada
Perseroan ke pengadilan negeri.
Pasal 115
(1) Dalam hal
terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam
melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan
kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan
akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung
renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum
dilunasi.
(2) Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan
Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima)
tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota
Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan
karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah
melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak
mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. telah memberikan nasihat kepada
Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal 116
Dewan Komisaris wajib:
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. melaporkan
kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
c. memberikan
laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru
lampau kepada RUPS.
Pasal 117
(1) Dalam
anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu.
(2) Dalam hal
anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan
Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya
dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Pasal 118
(1) Berdasarkan
anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan
pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Dewan
Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan
pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai
hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 119
Ketentuan mengenai
pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 mutatis
mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.
Pasal 120
(1) Anggaran
dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih komisaris
independen dan 1 (satu) orang komisaris utusan.
(2) Komisaris
independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan
RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
(3) Komisaris
utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan Komisaris
yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan
wewenang komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan
tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.
Pasal 121
(1) Dalam
menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan
Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah
anggota Dewan Komisaris.
(2) Komite
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
Pasal 122
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
PENGAMBILALIHAN, DAN PEMISAHAN
Pasal 122
(1)
Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau
meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi
terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),
a. aktiva dan
pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum
kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang
saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi
pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil
Peleburan; dan
c. Perseroan
yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak
tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pasal 123
(1) Direksi
Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun
rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan
Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan
tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan
persyaratan Penggabungan;
c. tata cara
penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham
Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan
perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3
(tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
f. rencana
kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan;
g. neraca
proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
i. cara
penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap
pihak ketiga;
j. cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan
Perseroan;
k. nama
anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi
anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
l. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
m. laporan
mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan
yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan
utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi
selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
o. rincian
masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi
kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan
Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan
Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk
mendapat persetujuan.
(4) Bagi
Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan
dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi
Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 124
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan
diri.
Pasal 125
(1)
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan
atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan.
(3)
Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal
Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum
melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang
memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal
Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih
menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan
yang akan diambil alih.
(6) Direksi
Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih dengan
persetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan
yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan
tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang
akan diambil alih;
b. alasan
serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi
Perseroan yang akan diambil alih;
c. laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun buku
terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
d. tata cara
penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap
saham penukarnya apabila pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil
alih;
f. kesiapan pendanaan;
f. kesiapan pendanaan;
g. neraca
konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan
yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara
penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
i. cara
penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan
karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
j. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa
pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
k. rancangan perubahan anggaran
dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal
Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8)
Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan
ketentuan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak
atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal 126
(1) Perbuatan
hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham
minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Pemegang
saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan
hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 127
(1) Keputusan
RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah
apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu)
Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal
pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor
dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14
(empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan
rancangan tersebut.
(5) Apabila
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan
keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal
keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal
diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut
harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama
penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham
yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 128
(1) Rancangan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui
RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Akta
Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib
dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta
Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta
pendirian Perseroan hasil Peleburan.
Pasal 129
(1) Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada:
a. pengajuan
permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1); atau
b. penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal
Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta
Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar
Perseroan.
Pasal 130
Salinan akta Peleburan
dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4).
Pasal 131
(1) Salinan akta
Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal
Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan
akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.
Pasal 132
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi Penggabungan, Peleburan, atau
Pengambilalihan.
Pasal 133
(1) Direksi
Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan
wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar
atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan
yang sahamnya diambil alih.
Pasal 134
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 135
(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pemisahan murni; atau
b. Pemisahan tidak murni.
b. Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan
murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau
lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut
berakhir karena hukum.
(3) Pemisahan
tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian
aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain
atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan
tersebut tetap ada.
Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pemisahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 137
Dalam hal peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.
BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 138
(1) Pemeriksaan
terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau
keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan
melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak
ketiga; atau
b. anggota
Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan
secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diajukan oleh:
a. 1 (satu)
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau
perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan
pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan
umum.
(4) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih
dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan
tidak memberikan data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan
untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan
pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan
atas alasan yang wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak
menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal
menentukan lain.
Pasal 139
(1) Ketua
pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 138.
(2) Ketua
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila
permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak
dilakukan dengan itikad baik.
(3) Dalam hal
permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan
pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan
pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang
diperlukan.
(4) Setiap
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan
akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai
ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan
Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap
anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib
memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan.
Pasal 140
(1) Laporan
hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139
kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam
penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua
pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon
dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.
Pasal 141
(1) Dalam hal
permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri
menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua
pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian
seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris.
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM
PERSEROAN
Pasal 142
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM
PERSEROAN
Pasal 142
(1) Pembubaran Perseroan terjadi:
a. berdasarkan keputusan RUPS;
b. karena
jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c. berdasarkan
penetapan pengadilan;
d. dengan
dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan;
e. karena
harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. karena
dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan
likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
a. wajib diikuti dengan likuidasi
yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
b. Perseroan
tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan
semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal
pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya
kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator,
Direksi bertindak selaku likuidator.
(4) Dalam hal
pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian
kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(5) Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara
tanggung renteng.
(6) Ketentuan
mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang,
kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis
berlaku bagi likuidator.
Pasal 143
(1) Pembubaran
Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai
dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh
RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak saat
pembubaran pada setiap surat
ke luar Perseroan dicantumkan kata "dalam likuidasi" di belakang nama
Perseroan.
Pasal 144
(1) Direksi,
Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan
RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan
dalam keputusan RUPS.
Pasal 145
(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu
berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama
Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam
anggaran dasar berakhir.
Pasal 146
(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas:
a. permohonan
kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau
Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
b. permohonan
pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta
pendirian;
c. permohonan
pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak
mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam penetapan pengadilan
ditetapkan juga penunjukan likuidator.
Pasal 147
(1) Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada
semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran
Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran
Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan
dalam likuidasi.
(2)
Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar
hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.
(3) Jangka
waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60
(enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4)
Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib
dilengkapi dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran
Perseroan; dan
b.
pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a.
Pasal 148
(1) Dalam hal
pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal
likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita pihak ketiga.
Pasal 149
(1) Kewajiban
likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses
likuidasi meliputi pelaksanaan:
a. pencatatan dan pengumpulan
kekayaan dan utang Perseroan;
b. pengumuman
dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana
pembagian kekayaan hasil likuidasi;
c. pembayaran kepada para
kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(2) Dalam hal
likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan
Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali
peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui
identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan.
(3) Kreditor
dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi
dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator,
kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 150
(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh
likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui
pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran
Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang
diperuntukkan bagi pemegang saham.
(4) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada
pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa
kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang
diterima terhadap jumlah tagihan.
Pasal 151
(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan
atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat
likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.
Pasal 152
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya
atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi
Perseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan
hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan
pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima
pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi
kurator yang pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan
menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi
berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau
Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima
oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri
mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
BAB XI
B I A Y A
Pasal 153
B I A Y A
Pasal 153
Ketentuan mengenai biaya untuk:
a. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
a. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
b. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
c. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
d. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan;
e. pengumuman
yang diwajibkan dalam Undang-Undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
f. memperoleh salinan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan atau persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 154
(1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini jika
tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang
mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas
hukum Perseroan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 155
Ketentuan mengenai tanggung
jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang
diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang tentang Hukum Pidana.
Pasal 156
(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini
dibentuk tim ahli pemantauan hukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
a. pemerintah;
b. pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
b. pakar/akademisi;
c. profesi; dan
d. dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran
dasar yang diperoleh atas inisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak
yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut
kepada Menteri.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli
diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 157
(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan
hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada
Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum Undang-Undang ini
berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan
kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan
dengan Undang-Undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan
pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Pasal 158
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 159
Peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 160
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 161
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
I. UMUM
Pembangunan perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan perkonomian
nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang
perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama
ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang
berasal dari zaman kolonial.
Namun, dalam perkembangannya ketentuan
dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum
dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya
pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan
layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia
usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good
corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
Dalam Undang-Undang ini telah
diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan
ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama
yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam
Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Dalam rangka memenuhi tuntutan
masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat,
Undang-Undang ini mengatur tata cara:
1. pengajuan
permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum;
2. pengajuan
permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar;
3. penyampaian pemberitahuan dan penerimaan
pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan
pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi
informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap
dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan
badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang
pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada
notaris.
Akta pendirian Perseroan yang telah
disahkan dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau
diberitahukan kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan hukum, persetujuan
dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data
lainnya, Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Wajib
Daftar Perusahaan.
Untuk lebih memperjelas dan
mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini
dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan
demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.
Undang-Undang ini juga memperjelas dan
mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Undang-Undang
ini mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.
Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan
Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah
adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan
agar sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai
struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal
ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi
paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan
harus penuh. Mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh
Perseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu
Perseroan menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun.
Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini menegaskan bahwa Perseroan
dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajibapabila Perseroan mempunyai
saldo laba positif.
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada
umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan
Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban
Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan
tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang ini mempertegas ketentuan mengenai
pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan
memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam rangka pelaksanaan dan
perkembangan Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauan hukum perseroan
yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri berkenaan dengan Perseroan.
Untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut terdiri
atas berbagai unsur baik dari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan dunia
usaha.
Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek
Perseroan, maka Undang-Undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat serta lebih memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia
usaha.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini mempertegas
ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran
atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan
pribadinya.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup
kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi
hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.
Tanggung jawab pemegang saham sebesar
setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti,
antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta
kekayaan Perseroan sehingga Perseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang
dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dan huruf d.
Pasal 4
Berlakunya Undang-Undang ini, anggaran
dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, tidak
mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asas itikad baik, asas
kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik (good
corporate governance) dalam menjalankan Perseroan.
Yang dimaksud dengan "ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya" adalah semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan,
termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturan
perasuransian, peraturan lembaga keuangan.Dalam hal terdapat pertentangan antara
anggaran dasar dan Undang-Undang ini yang berlaku adalah Undang-Undang ini.
Pasal 5
Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus
disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut
Perseroan dapat dihubungi.
Pasal
6
Apabila Perseroan didirikan untuk
jangka waktu terbatas, lamanya jangka waktu tersebut harus disebutkan secara
tegas, misalnya untuk waktu 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh) tahun, 35 (tiga
puluh lima)
tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila Perseroan didirikan untuk jangka
waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas dalam anggaran dasar.
Pasal
7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "orang"
adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia
maupun asing atau badan hukum Indonesia
atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang berlaku
berdasarkan Undang-Undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,
Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1
(satu) orang pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan
pasiva Perseroan yang meleburkan diri masuk menjadi modal Perseroan hasil
Peleburan dan pendiri tidak mengambil bagian saham sehingga pendiri dari
Perseroan hasil Peleburan adalah Perseroan yang meleburkan diri dan nama
pemegang saham dari Perseroan hasil Peleburan adalah nama pemegang saham dari
Perseroan yang meleburkan diri.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Perikatan dan kerugian Perseroan yang
menjadi tanggung jawab pribadi pemegang saham adalah perikatan dan kerugian
yang terjadi setelah lewat waktu 6 (enam) bulan tersebut.
Yang dimaksud dengan "pihak yang
berkepentingan" adalah kejaksaan untuk kepentingan umum, pemegang saham,
Direksi, Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, kreditor, dan/atau pemangku
kepentingan (stake holder) lainnya.
Ayat (7)
Karena status dan karakteristik yang
khusus, persyaratan jumlah pendiri bagi Perseroan sebagaimana dimaksud pada
ayat ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Huruf
a
Yang dimaksud dengan
"persero" adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan
yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam Undang-Undang tentang Badan
Usaha Milik Negara.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal
8
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam mendirikan Perseroan diperlukan
kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan
oleh warga negara Indonesia
atau badan hukum Indonesia.
Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan
untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan sepanjang
undang-undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan, atau
pendirian Perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum
asing, nomor dan tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen yang
sejenis dengan itu, antara lain certificate of incorporation.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum
negara atau daerah, diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam
Perseroan atau Peraturan Daerah tentang penyertaan daerah dalam Perseroan.
Huruf
b
Cukup jelas
Huruf
c
Yang dimaksud dengan "mengambil
bagian saham" adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada
saat pendirian Perseroan. Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal
sehingga menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar dengan nilai
nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai agio.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "jasa
teknologi informasi sistem administrasi badan hukum" adalah jenis
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
10
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
"langsung" dalam ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan dengan
saat pengajuan permohonan diterima.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "tanda
tangan secara elektronik" adalah tanda tangan yang dilekatkan atau
disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan
keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang
berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.
Ayat (7)
Lihat
penjelasan ayat (3).
Ayat (8)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat ini tidak dikenakan biaya tambahan.
Ayat (9)
Cukup
jelas.
Ayat (10)
Cukup
jelas
Pasal
11
Cukup jelas
Pasal
12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini "perbuatan
hukum" yang dimaksud, antara lain perbuatan hukum yang dilakukan oleh
calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkan dengan kepemilikan dan
penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
"dilekatkan" adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan cara
melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan akta
pendirian.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
13
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur tata cara yang
harus ditempuh untuk mengalihkan kepada Perseroan hak dan/atau kewajiban yang
timbul dari perbuatan calon pendiri yang dibuat sebelum Perseroan didirikan
melalui penerimaan secara tegas atau pengambilalihan hak dan kewajiban yang
timbul dari perbuatan hukum dimaksud.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perbuatan
hukum atas nama Perseroan" adalah perbuatan hukum, baik yang menyebutkan
Perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukum maupun menyebutkan Perseroan
sebagai pihak yang berkepentingan dalam perbuatan hukum. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapat melakukan
perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum,
tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggota Dewan
Komisaris.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tanggung
jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan" adalah
tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatan tersebut secara pribadi dan
Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan pendiri
tersebut.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan
"dihadiri" adalah dihadiri sendiri ataupun diwakilkan berdasarkan
surat kuasa.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
15
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Lihat penjelasan Pasal 6.
Huruf
d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas
Huruf
h
Yang dimaksud dengan "tata cara
pengangkatan" adalah termasuk prosedur pemilihan, antara lain pemilihan
secara lisan atau dengan surat tertutup dan pemilihan calon secara perseorangan
atau paket.
Huruf
i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada tulisan singkatan
"Tbk", berarti Perseroan itu berstatus tertutup.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
17
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat (1) tidak menutup
kemungkinan Perseroan mempunyai tempat kedudukan di desa atau di kecamatan
sepanjang anggaran dasar mencantumkan nama kota atau kabupaten dari desa dan
kecamatan tersebut. Contoh: PT A bertempat kedudukan di desa Bojongsari,
Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
18
Maksud dan tujuan merupakan usaha
pokok Perseroan.
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang
dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang
harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak
boleh bertentangan dengan anggaran dasar.
Pasal
19
Cukup jelas
Pasal
20
Ayat (1)
Persetujuan kurator dilaksanakan
sebelum pengambilan keputusan perubahan anggaran dasar. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanya
penolakan oleh kurator sehingga berakibat
keputusan perubahan anggaran dasar menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
21
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Lihat penjelasan Pasal 6.
Huruf
d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Perubahan anggaran dasar dari status
Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya meliputi
perubahan seluruh ketentuan anggaran dasar sehingga persetujuan Menteri
diberikan atas perubahan seluruh anggaran dasar tersebut.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "harus
dinyatakan dengan akta notaris" adalah harus dalam bentuk akta pernyataan
keputusan rapat atau akta perubahan anggaran dasar.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup
jelas
Ayat (9)
Dalam hal permohonan tetap diajukan,
Menteri wajib menolak permohonan atau pemberitahuan tersebut.
Pasal
22
Ayat (1)
Ketentuan
pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (7).
Contoh:
Perseroan didirikan untuk 50 (lima
puluh) tahun dan akan berakhir pada tanggal 15 November 2007 sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) apabila jangka waktu berdirinya
Perseroan akan diperpanjang, permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
mengenai perpanjangan jangka waktu tersebut harus sudah diajukan kepada Menteri
paling lambat tanggal 15 September 2007.
Dalam hal RUPS telah mengambil
keputusan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut pada tanggal 1 Agustus 2007
dan telah dinyatakan dalam akta Notaris pada tanggal 7 Agustus 2007, pengajuan
permohonan kepada Menteri harus diajukan paling lambat 7 September 2007.
Dalam hal RUPS untuk perpanjangan
jangka waktu tersebut diadakan pada tanggal 20 Agustus 2007, perpanjangan
jangka waktu tersebut harus dinyatakan dalam akta Notaris dan diajukan
permohonannya kepada Menteri paling lambat pada tanggal 15 September 2007
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
23
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
"Undang-Undang ini menentukan lain" adalah, antara lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang ini yang mengatur adanya
persyaratan yang harus dipenuhi sebelum berlakunya Keputusan Menteri atau adanya
tanggal kemudian yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri, yang memuat syarat
tunda yang harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.
Pasal
24
Cukup jelas
Pasal
25
Cukup jelas
Pasal
26
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "tanggal
kemudian yang ditetapkan" adalah tanggal setelah tanggal persetujuan
Menteri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tanggal
kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta
Pengambilalihan" adalah tanggal yang telah disepakati oleh para pihak dan
merupakan tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran
dasar oleh Menteri.
Pasal
27
Cukup jelas
Pasal
28
Cukup jelas
Pasal
29
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "perubahan
data Perseroan" adalah antara lain data tentang pemindahan hak atas saham,
penggantian anggota Direksi dan Dewan Komisaris, pembubaran Perseroan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Ayat (6)
Cukup
jelas
Pasal
30
Cukup jelas
Pasal
31
Cukup jelas
Pasal
32
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kegiatan
usaha tertentu", antara lain usaha perbankan, asuransi, atau freight
forwarding.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini diperlukan
untuk mengantisipasi perubahan keadaan perekonomian.
Pasal
33
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "bukti
penyetoran yang sah", antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam
rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah
diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi
dan Dewan Komisaris.
Ayat (3)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak
dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur.
Pasal
34
Ayat (1)
Pada umumnya penyetoran saham adalah
dalam bentuk uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran saham dalam
bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud, yang dapat
dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh Perseroan.
Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang
menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan
lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.
Ayat (2)
Nilai wajar setoran modal saham
ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Jika nilai pasar tidak tersedia, nilai
wajar ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan
karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.
Yang dimaksud dengan "ahli yang
tidak terafiliasi" adalah ahli yang tidak mempunyai:
a.
hubungan keluarga karena perkawinan atau
keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan
pegawai, anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau pemegang saham dari Perseroan;
b.
hubungan dengan Perseroan karena adanya
kesamaan satu atau lebih anggota Direksi atau Dewan Komisaris;
c.
hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung;
dan/atau
d.
saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua
puluh persen) atau lebih.
Ayat (3)
Maksud diumumkannya penyetoran saham dalam
bentuk benda tidak bergerak dalam Surat Kabar, adalah agar diketahui umum dan
memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan
keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya
ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor.
Pasal
35
Ayat (1)
Diperlukannya persetujuan RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk menegaskan bahwa hanya dengan
persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasi karena dengan disetujuinya
kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnya untuk mengambil saham baru
dengan sendirinya dilepaskan.
Ayat (2)
Berdasarkan ketentuan pada ayat ini,
bunga dan denda yang terutang sekalipun telah jatuh waktu dan harus dibayar
karena secara nyata tidak diterima oleh Perseroan, tidak dapat dikompensasikan
sebagai setoran saham.
Huruf
a
Cukup jelas
Huruf
b
Yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah
membayar lunas utang Perseroan sehingga mempunyai hak tagih terhadap Perseroan.
Huruf
c
Yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah kewajiban pembayaran utang oleh Perseroan dalam kedudukannya sebagai
penanggung atau penjamin menjadi hapus hak tagih kreditor dikompensasi dengan
setoran saham yang dikeluarkan oleh Perseroan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal
36
Ayat (1)
Pada prinsipnya, pengeluaran saham
adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham
seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, Pasal ini menentukan
bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga
larangan kepemilikan silang (cross holding)yang terjadi apabila Perseroan
memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham
Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara
langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua
tanpa melalui kepemilikan pada satu "Perseroan antara" atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada
Perseroan pertama.
Pengertian kepemilikan silang secara
tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada Perseroan
kedua melalui kepemilikan pada satu "Perseroan antara" atau lebih dan
sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.
Ayat (2)
Kepemilikan saham yang mengakibatkan
pemilikan saham oleh Perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan
silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan
peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat oleh karena dalam hal ini
tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain
sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "perusahaan
efek" adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Pasal
37
Ayat (1)
Pembelian kembali saham Perseroan
tidak menyebabkan pengurangan modal, kecuali apabila saham tersebut ditarik
kembali.
Huruf
a
Yang dimaksud dengan "kekayaan
bersih" adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh
kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh
RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.
Huruf
b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun
pada ayat ini dimaksudkan agar Perseroan dapat menentukan apakah saham tersebut
akan dijual atau ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.
Pasal
38
Cukup jelas
Pasal
39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan"
adalah penentuan tentang saat, cara pembelian kembali saham, dan jumlah saham
yang akan dibeli kembali, tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas
Direksi dalam pembelian kembali saham, seperti melakukan pembayaran, menyimpan
surat saham, dan mencatatkan dalam daftar pemegang saham.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
40
Cukup jelas
Pasal
41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "modal
Perseroan" adalah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pelaksanaan"
pada ayat ini adalah penentuan saat, cara, dan jumlah penambahan modal yang
tidak melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan oleh RUPS, tetapi tidak
termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi dalam penambahan modal, seperti
menerima setoran saham dan mencatatnya dalam daftar pemegang saham.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
42
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jumlah
saham dengan hak suara" adalah jumlah seluruh saham dengan hak suara yang
telah dikeluarkan oleh Perseroan. Yang dimaksud dengan "kecuali ditentukan
lebih besar dalam anggaran dasar" adalah kuorum yang ditetapkan dalam
anggaran dasar lebih tinggi daripada kuorum yang ditentukan pada ayat ini.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
43
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Huruf
a
Yang dimaksud dengan "saham yang
ditujukan kepada karyawan Perseroan", antara lain saham yang dikeluarkan
dalam rangka ESOP (employee stocks option program) Perseroan dengan segenap hak
dan kewajiban yang melekat padanya.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan
"reorganisasi dan/atau restrukturisasi", antara lain Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, kompensasi piutang, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "jangka
waktu 14 (empat belas) hari" termasuk batas waktu bagi pemegang saham
untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang tidak menggunakan haknya.
Pasal
44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengurangan
modal" adalah pengurangan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor. Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat terjadi dengan
cara menarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan
cara menurunkan nilai nominal saham.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
45
Cukup jelas
Pasal
46
Cukup jelas
Pasal
47
Ayat (1)
"Penarikan kembali saham"
berarti saham tersebut ditarik dari peredaran dalam rangka pengurangan modal
ditempatkan dan modal disetor.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penarikan
kembali saham" adalah penarikan kembali saham yang mengakibatkan
penghapusan saham tersebut dari peredaran.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Pasal
48
Ayat (1)
Yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya
dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "instansi
yang berwenang" adalah instansi yang berdasarkan undang-undang berwenang
mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanya di bidang tertentu,
misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan di bidang perbankan,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasi Perseroan di bidang
energi dan pertambangan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tidak dapat
menjalankan hak selaku pemegang saham", misalnya hak untuk dicatat dalam
daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS,
atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.
Pasal
49
Cukup
jelas
Pasal
50
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan "jumlah yang
disetor" adalah paling sedikit sama dengan jumlah nilai nominal saham.
Huruf
d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "daftar
khusus" adalah salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan
dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan pada Perseroan
yang bersangkutan atau Perseroan lain sehingga pertentangan kepentingan yang
mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin. Yang dimaksud dengan
"keluarganya" adalah istri atau suami dan anak-anaknya.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "tidak
mengatur lain" adalah bukan berarti tidak diadakan kewajiban untuk
menyusun daftar pemegang saham dan daftar khusus bagi Perseroan Terbuka, tetapi
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dapat menentukan kriteria
data yang harus dimasukkan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus.
Pasal
51
Pengaturan bentuk bukti pemilikan
saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pasal
52
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, para
pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas 1 (satu) saham menurut
kehendaknya sendiri.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "klasifikasi
saham" adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "saham
biasa" adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan
dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan Perseroan,
mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, dan menerima sisa kekayaan
hasil likuidasi. Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat
dimiliki juga oleh pemegang saham klasifikasi lain.
Ayat (4)
Bermacam-macam klasifikasi saham tidak
selalu menunjukkan bahwa klasifikasi tersebut masing-masing berdiri sendiri,
terpisah satu sama lain, tetapi dapat merupakan gabungan dari 2 (dua)
klasifikasi atau lebih.
Pasal
54
Ayat (1)
Pecahan saham hanya dimungkinkan
apabila diatur dalam anggaran dasar.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
55
Cukup jelas
Pasal
56
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "akta",
baik berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta bawah tangan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan "memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada
Menteri" adalah termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yang
disebabkan karena warisan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
57
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peralihan
hak karena hukum", antara lain peralihan hak karena kewarisan atau
peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
Pasal
58
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "hanya
berlaku 1 (satu) kali" adalah anggaran dasar Perseroan tidak boleh
menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kali sebelum menawarkan
kepada pihak ketiga.
Pasal
59
Cukup jelas
Pasal
60
Ayat (1)
Kepemilikan atas saham sebagai benda
bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar
Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status
saham tersebut.
Ayat (4)
Ketentuan ini menegaskan kembali asas
hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan
atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat diperjanjikan sesuai
dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang agunan.
Pasal
61
Ayat (1)
Gugatan yang diajukan pada dasarnya
memuat permohonan agar Perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut
dan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul
maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
62
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan "kekayaan
bersih" adalah kekayaan bersih menurut neraca terbaru yang disahkan dalam
waktu 6 (enam) bulan terakhir.
Huruf
c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
63
Cukup jelas
Pasal
64
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan" adalah peraturan
perundang-undangan menentukan lain bahwa persetujuan atas rencana kerja
diberikan oleh RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan rencana kerja
disetujui oleh Dewan Komisaris atau sebaliknya.
Demikian
juga, apabila peraturan perundang-undangan menentukan bahwa rencana
kerja harus mendapat persetujuan dari
Dewan Komisaris atau RUPS, maka anggaran dasar tidak dapat menentukan bahwa
rencana kerja cukup disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
65
Cukup jelas
Pasal
66
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan "laporan
kegiatan Perseroan" adalah termasuk laporan tentang hasil atau kinerja
Perseroan.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan "rincian
masalah" adalah termasuk sengketa atau perkara yang melibatkan Perseroan.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "standar
akuntansi keuangan" adalah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi
Akuntan Indonesia yang
diakui Pemerintah Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"penandatanganan laporan tahunan" adalah bentuk pertanggungjawaban
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal laporan keuangan Perseroan
diwajibkan diaudit oleh akuntan publik, laporan tahunan yang dimaksud adalah
laporan tahunan yang memuat laporan keuangan yang telah diaudit.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "alasan
secara tertulis" adalah agar RUPS dapat menggunakannya sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan tersebut.
Anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang tidak memberikan alasan, antara lain karena yang bersangkutan
telah meninggal dunia, alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang
dilekatkan pada laporan tahunan.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
68
Ayat (1)
Kewajiban untuk menyerahkan laporan
keuangan kepada akuntan publik untuk diaudit timbul dari sifat Perseroan yang
bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan
keuangan kepada pengawasan ekstern dibenarkan dengan asumsi bahwa kepercayaan
masyarakat tidak boleh dikecewakan.
Demikian juga halnya dengan Perseroan
yang untuk pembiayaannya mengharapkan dana dari pasar modal.
Huruf
a
Yang dimaksud dengan "kegiatan
usaha Perseroan yang menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat",
antara lain bank, asuransi, reksa dana.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan "surat pengakuan
utang", antara lain obligasi.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (7)
huruf a.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Maksud pengumuman tersebut adalah
dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan kepada masyarakat.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas
Pasal
69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Laporan keuangan yang dihasilkan harus
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal, dan hasil
usaha dari Perseroan. Direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tanggung jawab
penuh akan kebenaran isi laporan keuangan Perseroan.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Pasal
70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "laba
bersih" adalah keuntungan tahun berjalan setelah dikurangi pajak.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "saldo laba
yang positif" adalah laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan yang
telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.
Ayat (3)
Perseroan membentuk cadangan wajib dan
cadangan lainnya. Cadangan yang dimaksud pada ayat (1) adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan oleh Perseroan
setiap tahun buku yang digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian Perseroan
pada masa yang akan datang. Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang
tunai, tetapi dapat berbentuk aset lainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat
dibagikan sebagai dividen. Sedangkan yang dimaksud dengan "cadangan
lainnya" adalah cadangan di luar cadangan wajib yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan Perseroan, misalnya untuk perluasan usaha, untuk pembagian
dividen, untuk tujuan sosial, dan lain sebagainya. Ketentuan paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor dinilai
sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal
71
Ayat (1)
Keputusan RUPS pada ayat ini harus
memperhatikan kepentingan Perseroan dan kewajaran. Berdasarkan keputusan RUPS
tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk
pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain
seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta
bonus untuk karyawan. Pemberian tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja
Perseroan telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "seluruh
laba bersih" adalah seluruh jumlah laba bersih dari tahun buku yang
bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku
sebelumnya.
Ayat (3)
Dalam hal laba bersih Perseroan dalam
tahun buku berjalan belum seluruhnya menutup akumulasi kerugian Perseroan dari
tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak dapat membagikan dividen karena
Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih negatif.
Pasal
72
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Contoh dividen interim yang harus
dikembalikan adalah sebagai berikut. Dividen interim yang telah dibagikan
sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per saham. Perseroan menderita kerugian dan
tidak mempunyai saldo laba positif sehingga tidak ada dividen yang dibagikan.
Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalah Rp1.000,00 (seribu rupiah) per
saham. Seandainya Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan mempunyai laba
ditahan (retained earning) dan saldo laba positif hingga, misalnya RUPS
menetapkan dividen sebesar Rp200,00 (dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena,
itu saham yang harus dikembalikan adalah Rp1000,00 (seribu rupiah) dikurangi
Rp200,00 (dua ratus rupiah) berarti Rp800,00 (delapan ratus rupiah).
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal
73
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pengambilan dividen yang dimaksud
adalah jumlah nominal dividen tidak termasuk bunga.
Ayat (3)
Jumlah dividen yang tidak diambil dan
menjadi hak Perseroan dibukukan dalam pos pendapatan lain-lain dari Perseroan.
Pasal
74
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap
menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Yang dimaksud dengan "Perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam" adalah
Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan "Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang
berkaitan dengan sumber daya alam" adalah Perseroan yang tidak mengelola
dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak
pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah
dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang terkait.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan
berkenaan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh keterangan berkaitan
dengan mata acara rapat dengan tidak mengurangi hak pemegang saham untuk
mendapatkan keterangan lainnya berkaitan dengan hak pemegang saham yang diatur
dalam Undang-Undang ini, antara lain hak pemegang saham untuk melihat daftar
pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4),
serta hak pemegang saham untuk mendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan
RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4).
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
76
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)" adalah RUPS harus diadakan di wilayah
negara Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
77
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "disetujui
dan ditandatangani" adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau
secara elektronik.
Pasal
78
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "RUPS lainnya" dalam praktik sering dikenal sebagai
RUPS
luar
biasa.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat
(4)
Cukup
jelas
Pasal
79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan "alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS",
antara
lain karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan batas
waktu
yang telah ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan
Komisaris akan berakhir.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup
jelas.
Ayat (9)
Cukup
jelas.
Ayat (10)
Cukup
jelas
Pasal
80
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penetapan
pengadilan mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS" adalah khusus berlaku untuk RUPS ketiga,
sedangkan untuk RUPS pertama dan RUPS kedua ketentuan kuorum kehadiran dan
persyaratan pengambilan keputusan berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 atau anggaran dasar Perseroan. Yang
dimaksud dengan "bentuk RUPS" adalah RUPS tahunan atau RUPS lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan "bersifat
final dan mempunyai kekuatan hukum tetap" adalah bahwa atas penetapan
tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Ayat (7)
Upaya hukum yang dimungkinkan apabila
penetapan pengadilan menolak permohonan adalah hanya upaya hukum kasasi dan
tidak dimungkinkan peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup
jelas
Pasal
81
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pemanggilan RUPS adalah kewajiban
Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris, antara lain
dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPS
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 79
ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan
antara Direksi dan Perseroan.
Pasal
82
Ayat (1)
"Jangka waktu 14 (empat belas)
hari" adalah jangka waktu minimal untuk memanggil rapat. Oleh karena itu,
dalam anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih singkat dari 14
(empat belas) hari kecuali untuk rapat kedua atau rapat ketiga sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
83
Ayat (1)
Pengumuman dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada pemegang saham mengusulkan kepada Direksi untuk
penambahan acara RUPS.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
84
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kecuali
anggaran dasar menentukan lain" adalah apabila anggaran dasar mengeluarkan
satu saham tanpa hak suara. Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan hal
tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini saham Perseroan
yang dikuasai oleh Perseroan tersebut, baik
langsung maupun tidak langsung, tidak
mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum.
Huruf
a
Yang dimaksud dengan "dikuasai
sendiri" adalah dikuasai baik karena hubungan kepemilikan, pembelian
kembali maupun karena gadai.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas
Pasal
85
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan
perwujudan asas musyawarah untuk mufakat yang diakui dalam Undang-Undang ini.
Oleh karena itu, suara yang berbeda (split voting) tidak dibenarkan.
Bagi Perseroan Terbuka suara berbeda
yang dikeluarkan oleh bank kustodian atau perusahaan efek yang mewakili
pemegang saham dalam dana bersama (mutual fund) bukan merupakan suara yang
berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat ini.
Ayat (4)
Dalam menetapkan kuorum RUPS, saham
dari pemegang saham yang diwakili anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan
karyawan Perseroan sebagai kuasa ikut dihitung, tetapi dalam pemungutan suara
mereka sebagai kuasa pemegang saham tidak berhak mengeluarkan suara.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas
Pasal
86
Ayat (1)
Penyimpangan atas ketentuan pada ayat
ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan Undang-Undang ini. Anggaran
dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil daripada kuorum yang
ditentukan oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak
tercapai, rapat harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat notulen
rapat yang menerangkan bahwa RUPS pertama tidak dapat dilanjutkan karena kuorum
tidak tercapai dan selanjutnya dapat diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak
tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dan kemudian ditutup dengan membuat
notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPS kedua tidak dapat dilanjutkan karena
kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat diajukan permohonan kepada ketua
pengadilan negeri untuk menetapkan kuorum RUPS ketiga.
Ayat (6)
Dalam hal ketua pengadilan negeri
berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "bersifat
final dan mempunyai kekuatan hukum tetap" adalah bahwa atas penetapan
tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal
87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "musyawarah
untuk mufakat" adalah hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham
yang hadir atau diwakili dalam RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "disetujui
lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian" adalah bahwa usul dalam mata acara
rapat harus disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah suara yang
dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yang
memperoleh suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2
(dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehingga
salah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua)
bagian.
Pasal
88
Cukup jelas
Pasal
89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih
besar" adalah lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat ini, tetapi
tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat (1).
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
90
Ayat (1)
Penandatanganan oleh ketua rapat dan
paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh
peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah
RUPS tersebut.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
91
Yang dimaksud dengan "pengambilan
keputusan di luar RUPS" dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang
diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan
tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara
mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang
saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham.
Yang dimaksud dengan "keputusan yang mengikat" adalah keputusan yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.
Pasal
92
Ayat (1)
Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk
mengurus Perseroan yang, antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari
Perseroan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kebijakan
yang dipandang tepat " adalah kebijakan yang, antara lain didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Direksi sebagai organ Perseroan yang
melakukan pengurusan Perseroan memahami dengan jelas kebutuhan pengurusan
Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan
wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnya penetapan tersebut dilakukan oleh
Direksi sendiri.
Pasal
93
Ayat (1)
Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan
dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap telah menyebabkan Perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung
sejak selesai menjalani hukuman.
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan "sektor keuangan",
antara lain lembaga keuangan bank dan nonbank, pasar modal, dan sektor lain
yang berkaitan dengan penghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "surat" adalah surat
pernyataan yang dibuat oleh calon anggota Direksi yang bersangkutan berkenaan
dengan persyaratan ayat (1) dan surat
dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal
94
Ayat (1)
Kewenangan RUPS tidak dapat
dilimpahkan kepada organ Perseroan lainnya atau pihak lain.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Ayat (3)
Persyaratan pengangkatan anggota
Direksi untuk "jangka waktu tertentu", dimaksudkan anggota Direksi
yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan
jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan
RUPS. Misalnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau 5 (lima) tahun sejak tanggal pengangkatan, maka
sejak berakhirnya jangka waktu tersebut mantan anggota Direksi yang
bersangkutan tidak berhak lagi bertindak untuk dan atas nama Perseroan, kecuali
setelah diangkat kembali oleh RUPS.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "perubahan
anggota Direksi" termasuk perubahan karena pengangkatan kembali anggota
Direksi.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan
"permohonan" adalah permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2). Yang dimaksud dengan
"pemberitahuan" adalah pemberitahuan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pemberitahuan tentang data
Perseroan lainnya yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Ayat (9)
Cukup
jelas
Pasal
95
Ayat (1)
Pengangkatan anggota Direksi batal
karena hukum sejak diketahuinya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris
berdasarkan bukti yang sah dan kepada anggota Direksi yang bersangkutan
diberitahukan secara tertulis pada saat diketahuinya hal tersebut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "anggota
Direksi lainnya" adalah anggota Direksi di luar anggota Direksi yang
pengangkatannya batal dan mempunyai wewenang mewakili Direksi sesuai dengan
anggaran dasar. Jika tidak terdapat anggota Direksi yang demikian itu, yang
melaksanakan pengumuman adalah Dewan Komisaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
96
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan "besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi" adalah
besarnya gaji dan tunjangan bagi setiap anggota Direksi.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
97
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "penuh
tanggung jawab" adalah memperhatikan Perseroan
dengan saksama dan tekun.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan "mengambil
tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian" termasuk juga
langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang
dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.
Ayat (6)
Dalam hal tindakan Direksi merugikan
Perseroan, pemegang saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan pada
ayat ini dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan
terhadap Direksi melalui pengadilan.
Ayat (7)
Gugatan yang diajukan Dewan Komisaris
adalah dalam rangka tugas Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan atas
pengurusan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi, untuk mengajukan gugatan
tersebut Dewan Komisaris tidak perlu bertindak bersama-sama dengan anggota
Direksi lainnya dan kewenangan Dewan Komisaris tersebut tidak terbatas hanya
dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan.
Pasal
98
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Undang-Undang ini pada dasarnya
menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota Direksi
berwenang mewakili Perseroan. Namun, untuk kepentingan Perseroan, anggaran
dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh anggota Direksi tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud "tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang", misalnya RUPS tidak berwenang
memutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan atau mengalihkan sebagian besar
aset Perseroan cukup dengan persetujuan Dewan Komisaris atau persetujuan RUPS
dengan kuorum kurang dari 3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud tidak boleh bertentangan
dengan anggaran dasar", misalnya anggaran dasar menentukan untuk
peminjaman uang di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), Direksi harus
mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris. RUPS tidak berwenang mengambil
keputusan bahwa untuk peminjaman uang di atas Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
Direksi harus memperoleh persetujuan Dewan Komisaris tanpa terlebih dahulu
mengubah ketentuan anggaran dasar tersebut.
Pasal
99
Cukup jelas
Pasal
100
Ayat (1)
Huruf a
Daftar pemegang saham dan daftar
khusus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50. Risalah
RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan
diputuskan dalam setiap rapat.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan "dokumen
Perseroan lainnya", antara lain risalah rapat Dewan Komisaris, perizinan
Perseroan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
101
Setiap perolehan dan perubahan dalam
kepemilikan saham tersebut wajib dilaporkan. Laporan Direksi mengenai hal ini
dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2). Yang
dimaksud dengan " keluarganya ", lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Pasal
102
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kekayaan
Perseroan" adalah semua barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik
berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan. Yang dimaksud dengan
"dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain
maupun tidak" adalah satu transaksi atau lebih yang secara kumulatif
mengakibatkan dilampauinya ambang 50% (lima
puluh persen). Penilaian lebih dari 50% (lima
puluh persen) kekayaan bersih didasarkan pada nilai buku sesuai neraca yang
terakhir disahkan RUPS.
Ayat (2)
Berbeda dari
transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi penjaminan utang kekayaan
Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dibatasi jangka
waktunya, tetapi harus diperhatikan adalah jumlah kekayaan Perseroan yang masih
dalam penjaminan dalam kurun waktu tertentu.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tindakan
pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan, misalnya penjualan rumah oleh
perusahaan real estate, penjualan surat
berharga antarbank, dan penjualan barang dagangan (inventory) oleh perusahaan
distribusi atau perusahaan dagang.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas
Pasal
103
Yang dimaksud "kuasa" adalah
kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat kuasa.
Pasal
104
Untuk membuktikan kesalahan atau
kelalaian Direksi, gugatan diajukan ke pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Pasal
105
Ayat (1)
Keputusan RUPS untuk memberhentikan
anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini, antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan atau
karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembelaan diri dalam ketentuan ini
dilakukan secara tertulis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal
106
Ayat (1)
Mengingat pemberhentian anggota
Direksi oleh RUPS memerlukan waktu untuk pelaksanaannya, sedangkan kepentingan
Perseroan tidak dapat ditunda, Dewan Komisaris sebagai organ pengawas wajar
diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
RUPS
didahului dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh organ Perseroan yang
memberhentikan sementara tersebut.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup
jelas.
Ayat (9)
Cukup
jelas
Pasal
107
Huruf a
Tata cara pengunduran diri anggota
Direksi yang diatur dalam anggaran dasar dengan pengajuan permohonan untuk
mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurun waktu tertentu. Dengan
lampaunya kurun waktu tersebut, anggota Direksi yang bersangkutan berhenti dari
jabatannya tanpa memerlukan persetujuan RUPS.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas
Pasal
108
Ayat (1)
Cukup
jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan" adalah bahwa
pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak
untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan
Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Berbeda dari Direksi yang memungkinkan
setiap anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Direksi,
setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri dalam
menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecuali berdasarkan keputusan Dewan
Komisaris.
Ayat (5)
Perseroan yang kegiatan usahanya
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlah
anggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan
masyarakat.
Pasal
109
Cukup jelas
Pasal
110
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas
Huruf
c
Lihat penjelasan Pasal 93 ayat (1)
huruf c.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "surat" adalah surat
pernyataan yang dibuat oleh calon anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan
berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat
dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).
Pasal
111
Cukup jelas
Pasal
112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "anggota
Dewan Komisaris lainnya" adalah anggota Dewan Komisaris di luar anggota
Dewan Komisaris yang pengangkatannya batal.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
113
Cukup jelas
Pasal
114
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Ketentuan
pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai
dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroan
karena pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebut
ikut bertanggung jawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas
Pasal
115
Cukup jelas
Pasal
116
Huruf a
Risalah rapat Dewan Komisaris memuat
segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat tersebut. Yang
dimaksud dengan "salinannya" adalah salinan risalah rapat Dewan
Komisaris karena asli risalah tersebut dipelihara Direksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 100.
Huruf b
Setiap perubahan dalam kepemilikan
saham tersebut wajib juga dilaporkan. Yang dimaksud dengan
"keluarganya", lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).
Huruf c
Laporan Dewan Komisaris mengenai hal
ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).
Pasal
117
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "memberikan
persetujuan" adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan
Komisaris. Yang dimaksud dengan "bantuan" adalah tindakan Dewan
Komisaris mendampingi Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakan
tindakan pengurusan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "perbuatan
hukum tetap mengikat Perseroan" adalah perbuatan hukum yang dilakukan
tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan anggaran dasar tetap
mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad
baik. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggung
jawab pribadi anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal
118
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
wewenang kepada Dewan Komisaris untuk melakukan pengurusan Perseroan dalam hal
Direksi tidak ada. Yang dimaksud dengan "dalam keadaaan tertentu",
antara lain keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan
Pasal 107 huruf c.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
119
Cukup jelas
Pasal
120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Komisaris Independen yang ada di dalam
pedoman tata kelola Perseroan yang baik
(code of good corporate governance)
adalah "Komisaris dari pihak luar".
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
121
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
"komite", antara lain komite audit, komite remunerasi, dan komite
nominasi.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
122
Cukup jelas
Pasal
123
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Dalam tata cara konversi saham
ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang menggabungkan diri serta harga
wajar saham dari Perseroan yang menerima Penggabungan untuk menentukan
perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham.
Huruf
d
Rancangan perubahan anggaran dasar
dalam hal ini hanya diwajibkan sebagai bagian dari usulan apabila Penggabungan
tersebut menyebabkan adanya perubahan anggaran dasar.
Huruf
e
Yang dimaksud dengan "3 (tiga)
tahun buku terakhir dari Perseroan" adalah yang keseluruhannya mencakup 36
(tiga puluh enam) bulan.
Huruf
f
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas.
Huruf
h
Cukup jelas.
Huruf
i
Cukup jelas.
Huruf
j
Cukup jelas.
Huruf
k
Cukup jelas.
Huruf
l
Cukup jelas.
Huruf
m
Cukup jelas.
Huruf
n
Cukup jelas.
Huruf
o
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan "Perseroan
tertentu" adalah Perseroan yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Yang dimaksud dengan
"instansi terkait" antara lain Bank Indonesia untuk Penggabungan
Perseroan perbankan.
Ayat
(5)
Cukup jelas
Pasal
124
Cukup jelas
Pasal
125
Ayat (1)
Pengambilalihan yang dimaksud dalam
Pasal ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "pihak yang
akan mengambil alih" adalah Perseroan, badan hukum lain yang bukan
Perseroan, atau orang perseorangan.
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Dalam tata cara konversi saham
ditetapkan harga wajar saham dari Perseroan yang diambil alih serta harga wajar
saham penukarnya untuk menentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka
konversi saham.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas.
Huruf
h
Cukup jelas.
Huruf
i
Cukup jelas.
Huruf
j
Cukup jelas.
Huruf
k
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pengambilalihan saham Perseroan lain
langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan
Pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan
oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap
memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambil alih.
Ayat (8)
Cukup
jelas
Pasal
126
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilakukan
apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selanjutnya, dalam Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan
terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan
masyarakat.
Ayat (2)
Pemegang saham yang tidak menyetujui
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan berhak meminta kepada
Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai dengan harga wajar saham dari Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125
ayat (6) huruf d.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
127
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Pengumuman dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui
adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika mereka merasa
kepentingannya dirugikan.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal
128
Cukup jelas
Pasal
129
Cukup jelas
Pasal
130
Cukup jelas
Pasal
131
Cukup jelas
Pasal
132
Cukup jelas
Pasal
133
Pengumuman dimaksudkan agar pihak
ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan,
Peleburan, atau Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal:
a. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran
dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal
terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)
maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar; dan
c. pengesahan Menteri atas akta pendirian
Perseroan dalam hal terjadi Peleburan.
Pasal
134
Cukup jelas
Pasal
135
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Yang dimaksud dengan "pemisahan
tidak murni" lazim disebut spin off.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "beralih
karena hukum" adalah beralih berdasarkan titel umum sehingga tidak
diperlukan akta peralihan.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Pasal
136
Cukup jelas
Pasal
137
Cukup jelas
Pasal
138
Ayat (1)
Sebelum mengajukan permohonan
pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon telah meminta secara langsung kepada
Perseroan mengenai data atau keterangan yang dibutuhkannya. Dalam hal Perseroan
menolak atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, ketentuan ini memberikan
upaya yang dapat ditempuh oleh pemohon.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas
Pasal
139
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "ahli"
adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "semua
dokumen" adalah semua buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan
Perseroan.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas
Pasal
140
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan
pada ayat ini, pemohon dapat menentukan sikap lebih lanjut terhadap Perseroan.
Pasal
141
Ayat (1)
Dalam menetapkan biaya pemeriksaan
bagi pemeriksa, ketua pengadilan negeri mendasarkannya atas tingkat keahlian
pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta ruang lingkup Perseroan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Pembebanan penggantian biaya dimaksud
ditetapkan oleh pengadilan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan.
Pasal
142
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf
f
Yang dimaksud dengan "dicabutnya
izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi"
adalah ketentuan yang tidak memungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang
lain setelah izin usahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha
perasuransian.
Ayat (2)
Berbeda dari bubarnya Perseroan
sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak perlu diikuti dengan
likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat (1) harus selalu
diikuti dengan likuidasi.
Huruf
a
Yang dimaksud dengan "likuidasi
yang dilakukan oleh kurator" adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam
hal Perseroan bubar berdasarkan ketentuan ayat (1) huruf e.
Huruf
b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Dengan
pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan Dewan Komisaris
diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan. Yang berwenang untuk melakukan
pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan terhadapnya adalah Dewan
Komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
Pasal
143
Ayat (1)
Karena Perseroan yang dibubarkan masih
diakui sebagai badan hukum, Perseroan dapat dinyatakan pailit dan likuidator
selanjutnya digantikan oleh kurator. Pernyataan pailit tidak mengubah status
Perseroan yang telah dibubarkan dan karena itu Perseroan harus dilikuidasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal
144
Cukup jelas
Pasal
145
Cukup jelas
Pasal
146
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf
b
Cukup jelas.
Huruf
c
Yang dimaksud dengan "alasan
Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan", antara lain:
a.
Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha
(non-aktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang
disampaikan kepada instansi pajak;
b.
dalam hal sebagian besar pemegang saham
sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam
Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
c. dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam
Perseroan demikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah,
misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham;
atau
d. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian
rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan
kegiatan usahanya.
Ayat (2)
Cukup
jelas
Pasal
147
Ayat (1)
Penghitungan jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari dimulai sejak tanggal:
a. pembubaran
oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS; atau
b. penetapan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena Perseroan
dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Penghitungan jangka waktu 60 (enam
puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumuman pemberitahuan kepada kreditor yang
paling akhir, misalnya pengumuman dalam Surat Kabar tanggal 1 Juli 2007,
pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 3 Juli 2007, maka
tanggal pengumuman yang paling akhir dimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
148
Cukup jelas
Pasal
149
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas
Huruf
b
Yang dimaksud dengan "dalam
rencana pembagian kekayaaan hasil likuidasi", termasuk rincian besarnya
utang dan rencana pembayarannya.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf
d
Cukup jelas.
Huruf
e
Yang dimaksud dengan ‘tindakan lain
yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan", antara lain
mengajukan permohonan pailit karena utang Perseroan lebih besar daripada
kekayaan Perseroan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
150
Cukup jelas
Pasal
151
Cukup jelas
Pasal
152
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "likuidator bertanggung jawab" adalah likuidator
harus
memberikan
laporan pertanggungjawaban atas likuidasi yang dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Ayat (6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Cukup
jelas.
Ayat (8)
Cukup
jelas.
Pasal
153
Cukup jelas
Pasal
154
Ayat (1)
Pada dasarnya terhadap Perseroan yang
melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal, misalnya Perseroan Terbuka
atau bursa efek berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini. Namun, mengingat
kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentu yang berbeda dari
Perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan adanya pengaturan khusus
terhadap Perseroan tersebut. Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai
sistem penyetoran modal, hal yang berkaitan dengan pembelian kembali saham
Perseroan, dan hak suara serta penyelenggaraan RUPS.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "asas hukum
Perseroan" adalah asas hukum yang berkaitan dengan hakikat Perseroan dan
Organ Perseroan.
Pasal
155
Cukup jelas
Pasal
156
Cukup jelas
Pasal
157
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "Perseroan
yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan" adalah Perseroan yang berstatus badan hukum yang
didirikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Pasal
158
Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan
saham oleh Perseroan lain tersebut harus sudah dialihkan kepada pihak lain yang
tidak terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal
159
Cukup jelas
Pasal
160
Cukup jelas
Pasal
161
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4756
Tidak ada komentar:
Posting Komentar