Pages

Kamis, 02 September 2010

Perbandingan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional


Posted by Kamaluddin in Bisnis Finansial
PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

Secara umum kedua bank ini memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum untuk memeperoleh pembiayaan, seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan. Namun terdapat banyak perbedaan yang cukup esensial di antara keduanya. Perbedaan itu menyengkut beberapa
hal:
1. Akad dan aspek legalitas
Dalam bank syariah ada akad yang harus dilakukan, dan akad ini memiliki konsekwensi duniawi dan ukhrowi, sebab akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Akad di sini dibagi menjadi 2 yaitu rukun dan syarat

2. Struktur organisasi
Bisa saja bank syariah memiliki struktur organisasi sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan Direksi. Tetapi unsur yang amat membedakan adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

3. Bisnis dan usaha yang dibiayai
Dalam Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.

PRODUK PEBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, MELIPUTI:
A. MUDHARABAH:
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka.

B. MUSYARAKAH:
Musyarakah adalah akad kerjasama di antara parapemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
C. MURABAHAH:
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
D. SALAM DAN SALAM PARALEL:
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
E. ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL:
Istishna adalah akad jual beli antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani (produsen yang juga bertindak
sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
F. IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYAH BITTAMLIK:
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk mendapat imbalan atas obyek sewa yang disewakanya.
G. WADIAH:
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang
bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.

H. QARDH:
Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang
meminjamkan dapat menerima imbalan, namun tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian.

I. SHARF:
Sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah (di luar jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif.
J. KEGIATAN BANK SYARIAH BERBASIS IMBALAN (FEE BASEDINCOME):
1. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa.

2. Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
3. Hiwalah adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain.

PENUTUP

Menurut FSI terdapat tiga hal yang harus dilakukan dalam rangka memperkuat bank syariah, yaitu; 1. memberikan pondasi yang kuat agar ia mampu bertahan, dengan cara promosi untuk pemahaman yang lebih baik tentang norma Islam yang wajib diketahui oleh pelaku pasar, regulasi-regulasi, dan lain-lain.
2. memperkuat struktur industri perbankan syariah,
3. Menjadikan produk keuangan dan pelayanan bank syariah dapat memenuhi standar internasional.
Dalam usaha promosi tersebut, sekaligus untuk menggiatkan penyimpanan dana masyarakat ke bank-bank syariah, FSI menganggap perlu dilibatkannya lembaga-lembaga sosial keagamaan seperti pesantren dan majelis taklim yang berada di seluruh antero Indonesia.
Untuk memperkuat perbankan syariah, FSI juga mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) atau yang lazim kita kenal dengan Sukuk (Obligasi Syariah). Hal ini agar UU tersebut dapat memberi landasan hukum yang lebih kuat bagi penerbitan sukuk, terutama sukuk negara. Di samping menggenjot pertumbuhan perbankan syariah
sehingga mampu memberikan solusi bagi kebutuhan sektor riil yang menjadi permasalahan Indonesia saat ini. Di mana pertumbuhan ekonomi makro ternyata tidak
diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat miskin. Maka dengan disahkannya RUU di atas akan memberikan peluang tinggi kepada Bank Syariah melalui kerjasama dengan pemerintah dan instansi terkait untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Tidak ada komentar: