Pages

Selasa, 15 April 2014

Suami atau Isteri sebagai Notaris membuatkan akta kepada Suami atau Isterinya



Terkait judul diatas terdapat suatu permasalahan :
Apakah diperbolehkan seorang Notaris memproses berkas Kerabat (suami atau isterinya) sendiri??

Terkait pertanyaan tersebut, berdasarkan ketentuan pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP No. 37/1998”), yang  berwenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun adalah PPAT. 
 
Terhadap jual beli yang dilakukan oleh suami si PPAT sendiri, berdasarkan Pasal 23 ayat (1) PP No. 37/1998, PPAT tersebut dilarang membuat akta jual beli kapling tersebut karena jual beli tersebut melibatkan suaminya sebagai salah satu pihak.

Pasal 23 ayat (1)PP No. 37/1998
PPAT dilarang membuat akta, apabila PPAT sendiri, suami atau istrinya,  keluarganya sedarah atau semenda, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai derajat kedua, menjadi pihak dalam perbuatan hukum yang bersangkutan, baik dengan cara bertindak sendiri maupun melalui kuasa, atau menjadi kuasa dari pihak lain.

Sebagai notaris pun, dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 yang  telah dirubah oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”), terdapat larangan untuk membuat akta untuk suami atau istri ataupun keluarga.

Pasal 52 ayat (1) UU No. 30/2004
Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris  baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat,  serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri,  maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

Pembuatan akta untuk pihak-pihak yang disebutkan di atas oleh seorang notaris  akan berakibat akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi,  dan bunga kepada yang bersangkutan (Pasal 53 ayat [3] UU No. 30/2004).

Jadi, notaris/PPAT tersebut dalam perbuatan hukumnya terhadap pihak sebagai suami atau isteri tidak berwenang untuk membuat akta apapun.

Demikian pembahasan ini, semoga bermanfaat.

DasarHukum:



Tidak ada komentar: