Pages

Sabtu, 21 November 2009

BILYET GIRO

A. Pengaturannya
Mengenai Bilyet Giro ini pengaturannya tidak terdapat pada KUHD, tetapi terdapat pada Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 4/670/UPB/PbB tertanggal 24 Januari 1972. Terdapat beberapa alasan bahwa Bilyet Gio diatur dalam SEBI, yakni:
a. Sampai tahun 1972 belum terdapat pengaturan secara tegas, baik dengan undang-undang maupun dengan peraturan lain mengenai Bilyet Giro;
b. Pemakaian Bilyet Giro yang semakin lama semakin berkembang di dalam masyarakat;
c. Mengingat pentingya dan manfaat Bilyet Giro sebagai sarana perbankan;

Menghindari pemakaian Bilyet Giro yang berbeda-beda persyaratan-persyaratan di dalamnya yang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan, pemalsuan dan memudahkan pengawasan

B. Pengertian
Berdasarkan surat edaran yang telah dikemukakan dari BI tersebut diketahui pegertian Bilyet Giro adalah perintah nasabah yang telah distandarisasikan bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening giro yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya kepada bank yang sama atau kepada bank lainnya.
Memperhatikan pengertian tentang Bilyet Giro yang disebutkan , maka jelas bahwa:
a. BG adalah surat perintah dari Penarik kepada Tertarik untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening Penarik yang bersangkutan kepada rekening Pemegang yang disebutkan namanya dalam surat perintah tersebut;
b. Penarik adalah Pemilik Rekening yang memerintahkan Tertarik melakukan pemindahbukuan sejumlah dana atas beban Rekeningnya kepada pihak yang disebutkan namanya dalam surat perintah tersebut;
c. Tertarik adalah bank yang menerima perintah pemindahbukuan dana dari penarik;
d. Pemegang adalah nasabah yang namanya disebut dalam BG untuk memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh Penarik kepada Tertarik;
e. Bank Penerima adalah bank yang melakukan penagihan BG kepada tertarik untuk kepentingan Pemegang;
f. BG tidak dibayar dengan uang secara tunai, tetapi hanya merupakan pemindahbukuan;
g. BG berbentuk atas nama (op naam);
h. BG tidak dipindahtangankan atau diendosemenkan ;
i. BG tidak dapat diperdagangkan;
j. Penerima BG baru dapat menerima pemindahbukuan / menikmati hak yang tercantum dalam BG tersebut apabila memiliki rekening bank.

Nampaknya berdasarkan dari ciri-ciri BG itu yang membuat kurang mendapat respon yang baik dari masyarakat, masyarakat lebih senang menggunakan cek dibandingkan BG, namun sejak adanya sanksi Undang-undang Nomor 17 Tahun 1964 tentang Pelarangan Penarikan Cek Kosong, yang dapat memberikan sanksi pidana cukup berat, maka masyarakat pun beralih kembali pada BG.


C. Keuntungan Bilyet Giro
Keuntungan dari penggunaan Bilyet Giro daripada cek, yakni:
a. BG dapat post dated, artinya dapat diberi tanggal lebih terhadap tanggal penarikannya. Pada BG terdapat tanggal penarikan dan terdapat pula tanggal efektif, yakni tanggal mulai berlakunya perintah pemindahbukuan yang tercantum dalam BG tersebut. Selama tanggal efektif belum jatuh waktu, maka pemindahbukuan tidak akan dilakukan, yang tidak melebihi 3 (tiga) tahun sejak tanggal penerbitan ;
b. Tanggal Penerbitan adalah tanggal diterbitkannya surat perintah pemindahbukuan;
c. BG dapat dibatalkan setiap saat selama belum jatuh tanggal efektifnya atau belum dilaksanakan amanatnya oleh tertarik .
d. Karena formulir BG telah distandarisasikan bentuknya oleh BI, sehingga bila dilihat selintas bentuknya sama seperti cek (bahkan ada yang menamakan BG sebagai giro cek);
e. Walaupun menurut ketententuan BG tidak dapat dipindahtangankan atau dialihkan hak tagihnya kepada pihak lain, tetapi kenyataannya penarik suatu BG sering tidak mencantumkan nama penerima dan nama bank dimana penerima dana mempunyai rekening. Sehingga BG sering kali dialihkan begitu saja hak tagihnya kepada pihak lain;
f. BG sebagai warkat kliring, yaitu dapat diperhitungkan melalui kliring antar bank, sehingga mudah bagi pemegangnya untuk mencairkan dananya.

D. Syarat Formal
Menurut SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tertanggal 24 Januari 1972, syarat formal yang harus dipenuhi suatu BG adalah sebagai berikut:
a. Nama “Bilyet Giro” dan nomor seri BG yang bersangkutan;
b. Nama tertarik;
c. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban saldo atau atas beban rekening penarik;
d. Nama dan nomor rekening pemegang, serta tempat bank tertarik, kepada siapa perintah termaksud ditujukan;
e. Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana secara administratif termaksud dan jika dianggap perlu juga alamatnya;
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf;
g. Tanda tangan penarik, nama jelas dan atau disertai cap/stempel badan usaha jika penarik merupakan suatu perusahaan berbentuk badan usaha sesuai dengan persyaratan pembukaan rekening;
h. Tempat dan tanggal penarikan;
i. Tanggal mulai efektif berlakunya amanat perintah dalam BG;
j. Nama bank di mana pihak yang harus menerima dana pemindahbukuan tersebut memelihara rekening, sepanjang nama bank penerima diketahui oleh penarik;

BG yang tidak memenuhi salah satu syarat sebagaimana tersebut di atas, maka BG tersebut belum berlaku sebagai BG sehingga tidak dapat dilakukan pemindahbukuan. Di samping itu dalam hubungan dengan pengisian BG, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Semua perubahan atau tambahan amanat penarik harus ditandatangani oleh penarik sendiri;
b. Apabila nama penerima tidak dicantumkan, maka bank tertarik diwajibkan menolak atau mengembalikan;
c. Bila nama bank, di mana penerima mempunyai rekening giro, tidak dicantumkan atau tidak ditulis dalam BG, maka hal itu berarti dana dapat dipindahkan ke bank mana saja untuk rekening penerima;
d. Apabila tanggal efektif berlakunya amanat penerbit itu tidak ada, maka tanggal penerbitan dianggap sebagai tanggal efektif berlakunya amanat penarik. Sebaliknya apabila tanggal penerbitan BG tidak ada, maka tanggal efektif berlakunya amanat dipandang sebagai tanggal penerbitan/penarikan BG;

Karena BG merupakan suatu perintah yaitu perintah untuk melakukan pemindahbukuan, maka dengan beberapa pertimbangan penarik dapat membatalkan BG tersebut sepanjang pada waktu penerimaan pemberitahuan tertulis oleh bank yang bersangkutan, amanat dalam BG tersebut belum dilaksanakan. Tetapi dalam hubungan dengan pembatalan ini terdapat perbedaan dengan pembatalan suatu cek. Menurut Pasal 209 ayat 1 KUH Dagang penarikan kembali suatu cek tak berlaku melainkan setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan. Dengan perkataan lain suatu cek hanya dapat dibatalkan setelah lewat waktu pengunjukannya atau tidak dapat dilakukan setiap waktu. Hal demiikian berbeda dengan pada BG yang dapat dibatalkan sepanjang amanat BG tersebut belum dilaksanakan. Hal itu berarti BG dapat ditarik kembali/dibatalkan setiap saat selama pemindahbukuan belum dilakukan. Tampaknya dibuat ketentuan yang berlainan antara BG dengan Cek, disebabkan perbedaan di dalam penekanan pemberian perlindungannya.
Dari beberapa ketentuan dalam KUH Dagang dapat disimpulkan bahwa pada suatu cek, perlindungan lebih diutamakan kepada pemegang cek tersebut. Hal ini terlihat antara lain dengan dianutnya asas legitimasi formal, serta pada dasarnya tidak diperkenankan adanya alasan yang bersifat pribadi atau tangkisan relatif (exceptionis in personan). Sebaliknya BG lebih mengutamakan perlindungan kepada penarik / penerbit, sehingga penarik dapat bebas menarik kembali BG tersebut, selama pemndahbukuan belum dilakukan oleh tertarik.
Walaupun demikian apapun alasannya diperkenankan penarik menarik kembali/membatalkan BG tanpa batas akan merugikan pemegang dan menciptakan ketidak pastian hukum. Oleh karena itu ketentuan mengenai pembatalan BG ini seyogianya ditinjau kembali, khususnya dalam peraturan perundang-undangan yang akan datang.
Mengenai pelaksanaan amanat yang tercantum dalam BG dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yakni:
a. Bank tertarik menerima BG dari penarik dan memindahkan dana tersebut dalam BG dengan nota kredit kepada bank dari penerima dana, untuk dikreditkan ke dalam rekening penerima dana yang namanya tercantum dalam BG yang bersangkutan;
b. BG langsung diserahkan oleh penarik kepada penerima dana, yang kemudian oleh yang bersangkutan disalurkan kerekeningnya sendiri pada bank tertarik atau bank lainnya. Dalam hal dana tersebut disetor pada bank yang berlainan, maka bank nasabah penyetor memperhitungkan BG tersebut melalui kliring kepada bank tertarik; BG tersebut diperlakukan sama dengan warkat-warkat kliring lainnya.

Akhirnya dapat dikemukakan bahwa sehubungan dengan masalah apakah BG merupakan surat berharga, terdapat 3 (tiga) pendapat yakni sebagai berikut:
a. BG tidak termasuk pengertian surat berharga. Pendapat tersebut didasarkan pada alasan karena BG tidak dapat diperdagangkan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, sehingga tidak memenuhi ciri-ciri dan pengertian surat berharga.
b. BG sebagai surat berharga. Bahwa BG tetap masih dapat digolongkan sebagai surat berharga sejauh telah memenuhi semua syarat material (senilai dengan perikatan dasarnya) dan memenuhi semua syarat-syarat formal yang diharuskan oleh peraturan yang bersangkutan dan syarat-syarat surat berharga pda umumnya dikurangi syarat fungsi dapat diperdagangkan;
c. BG sebagai quasi surat berharga. Karena di satu sisi menurut sifat dan bentuknya BG bukan merupakan surat berharga. Akan tetapi oleh karena terdapat keuntungan-keuntungan dan keistimewaannya, maka beredarlah BG dalam masyarakat seolah-olah sebagai alat pembayaran seperti cek dan dapat dialihkan hak tagihnya dari tangan satu ke tangan lainnya.

Pendapat di atas dapat dipahami karena memang dalam praktek adakalanya seorang penarik mengeluarkan BG blanko sehingga dapat diendosemenkan. Kemudian pemegang terakhir (tentunya harus yang mempunyai rekening di bank) akan mengisi dengan namanya sebagai penerima amanat BG yang bersangkutan.

Tidak ada komentar: