Pages

Sabtu, 21 November 2009

C E K

C E K


A. Pengertian Cek
Cek adalah suatu alat pembayaran sebab suatu cek yang benar akan mengakhiri suatu transaksi dimana pihak yang satu menyediakan barang atau jasa dan pihak lainnya membayarnya.
Menurut pandangan pembentuk undang-undang termasuk kelompok alat pembayaran kredit. Cek ini diatur pada Buku I KUHD, pada Bab keenam dan Bab ketujuh. Jika didasarkan atas kemampuan kredit, maka surat cek harus dipandang sebagai alat pembayaran tunai, yakni seperti uang tunai biasa. Tujuan dari penerbitan surat cek adalah untuk meningkatkan jaminan pembayaran.
Maka berdasarkan hal tersebut ada beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. cek hanya diterbitkan kepada bankir;
2. cek boleh diterbitkan, jika bankir telah mempunyai dana untuk pembayaran;
3. cek berlaku dalam jangka waktu singkat, dalam jangka waktu yang belum ditetapkan, cek tidak boleh dicabut.

Inilah contoh surat cek:
Bogor, 29 Juli 2006

Bank X di Bogor harap membayar atas penyerahan cek ini kepada saudara C atau pengantinya di Bogor (atau pembawa) uang sejumlah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Tanda Tangan
A

Adapun syarat-syarat bagi sebuah surat berharga agar mempunyai kedudukan sebagai surat cek atau bentuk surat cek diatur pada Pasal 178 KUHD .

Pada Cek tidak ada akseptasi

B. Sifat Hukum dari Cek
Draft adalah suatu instrumen yang diberikan oleh pihak pertama (the drawer) kepada pihak kedua (the payee) dimana instrumen itu memerintahkan pihak ketiga (the drawee) untuk membayar sejumlah uang kepada pihak kedua. Konsekwensinya draft disebut sebagai three-party paper (surat tiga pihak). Cek adalah suatu draft yang dikeluarkan di bank. Cek dan draft dapat dibedakan dari two-party paper, yang terpenting adalah surat promes (promissory note) merupakan instrumen yang diberikan oleh pihak pertama (disebut si pembuat – the maker) kepada pihak kedua (disebut si penerima – the payee) dimana pihak pertama berjanji untuk membayar kepada si penerima langsung pada waktunya dan dengan cara seperti yang disebutkan pada promes itu. Secara umum, note adalah instrumen kredit dan bukan instrumen pembayaran.
Si pembuat note dapat berupa suatu badan usaha atau individu yang membutuhkan uang segera dan mengharapkan dikemudian hari akan menerima uang atau seorang pedagang yang memerlukan untuk memperoleh barang dari si penerima sekarang dan hanya dapat membayarnya dikemudian hari setelah barangnya dijual oleh si pedagang. Jika note tersebut jatuh tempo, si pembuat harus membayar dan harus mempergunakan beberapa instrumen pembayaran, kadang sebuah cek, untuk membayar note.
Suatu cek, sebaliknya adalah sebuah alat pembayaran yang asli, the drawer memberikan cek kepada the payee atas barang atau jasa yang diberikan. Jika cek itu benar, transaksi antara the payee dan the drawer pada dasarnya sudah berakhir. Tentu saja, cek tersebut harus diberikan kepada bank si pembuat sebelum si penerima menerima mata uang atau dana lainnya.


C. Persyaratan Formal
Untuk dapat mengeluarkan suatu cek yang sah menurut peraturan perundang-undangan, harus memenuhi persyaratan formal yang diatur pada Pasal 178 KUHD (seperti yang telah disebutkan sebelumnya), yakni:
1. Nama “cek” dimuatkan dalam teksnya sendiri dan distilahkan dalam bahasa cek itu ditulisnya.
Penyebutan kata “cek” merupakan syarat mutlak seperti halnya kata “wesel” pada surat wesel yang dapat mengakibatkan tidak diakuinya sebagai cek apabila hal itu tidak dipenuhi;
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Persyaratan ini menunjukkan bahwa surat cek termasuk golongan surat berharga tagihan hutang atau hutang piutang (schuld vordering pappieren) yang bersifat perintah pembayaran (betaling opdracht). Perintah pembayaran dimaksud harus tidak bersyarat, sebab apabila ditentukan suatu syarat untuk pembayarannya, kemungkinan akan mengganggu sirkulasi surat berharga cek tersebut;
3. Nama orang yang harus membayarnya (tertarik).
Berdasarkan Pasal 180 KUHD, tertarik suatu cek haruslah seorang bankir yang mempunyai dana untuk dipergunakan penarik. Ketentuan tersebut harus dihubungkan dengan Pasal 229 a bis KUHD yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bankir ialah setiap orang atau badan yang dalam pekerjaannnya secara teratur memegang keuangan guna pemakaian segera oleh orang-orang lain. Dalam prakteknya, tertarik cek dimaksud adalah bank. Hal ini yang membedakan dengan suatu surat wesel yang tertariknya dimungkinkan orang perorangan (bukan suatu bank);
4. Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.
Berhubungan dengan Pasal 179 KUHD menegaskan bahwa apabila tidak ada penetapan khusus mengenai tempat tersebut, maka tempat yang tertulis disamping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran. Apabila di samping nama tertarik disebutkan lebih dari satu tempat, maka cek harus dibayar di tempat yang disebutkan pertama. Dalam hal penunjukkan-penunjukkan atau tiap-tiap penunjukan lainnya tidak ada maka cek itu harus dibayar ditempat kantor pusat tertarik;
5. Tanggal dan tempat ditariknya cek.
Pentingnya pencantuman tanggal diterbitkan atau ditariknya cek adalah berhubungan dengan masa waktu penawaran cek tersebut, yakni selama 70 hari (Pasal 206 ayat 1 KUHD). Karena menurut Pasal 206 ayat 2 KUHD, tenggang waktu tersebut mulai berjalan sejak tanggal penarikannya. Menurut Pasal 174 ayat 4 KUHD, tenggang waktu tersebut mulai berjalan sejak tanggal penarikannya. Menurut Pasal 174 ayat 4 KUHD, tiap-tiap cek yang tidak diterangkan tempat ditariknya, dianggap ditandatangani ditempat yang tertulis di samping nama penarik.
6. Tandatangan dari penarik cek yang bersangkutan.
Tanda tangan dari penarik ini juga merupakan syarat mutlak karena cek merupakan suatu akta. Apabila persyaratan formal di atas dibandingkan dengan persyaratan formal pada surat wesel tampak terdapat perbedaan. Untuk surat wesel Pasal 100 KUHD menyebutkan 6 (enam) syarat untuk cek. Persyaratan yang disebut pada wesel tetapi tidak ada pada cek adalah mengenai penetapan hari bayarnya dan nama orang yang kepadanya atau kepada orang lain yang ditunjuk olehnya, pembayaran harus dilakukan. Terdapatnya perbedaan demikian disebabkan di antara kedua jenis surat berharga tagiha hutang yang bersifat perintah pembayaran tersebut, terdapat perbedaan fungsi, yaitu wesel sebagai alat kredit sedangkan cek sebagai alat bayar (bettal middle).


D. Cek Sebagai Alat Bayar
Di dalam KUHD terdapat beberapa ketentuan yang menunjukkan bahwa surat berharga cek berfungsi sebagai alat bayar dan bukan sebagai alat kredit. Beberapa ketentuan yang mendukung cek sebagai alat bayar tersebut antara lain adalah:
1. Ketentuan Pasal 180 KUHD yang mewajibkan penarik suatu cek untuk menyediakan dana pada tertarik. Memang terdapat kontradiksi antara kalimat bagian pertama Pasal 180 KUHD dengan kalimat bagian keduanya, yang akan dibahas di bagian belakang tulisan ini. Akan tetapi yang penting dari Pasal 180 KUHD tersebut adalah kepada penarik dibebankan kewajiban untuk mempersiapkan dana untuk pembayaran cek yang dikeluarkannya. Ketentuan kewajiban untuk menyediakan dana bagi penarik seperti yang disebutkan di atas merupakan ketentuan yang bersifat universal, dan berhubungan dengan mekanisme penarikan / penerbitan suatu cek. Bank setuju membayar cek yang sah apabila diminta oleh penarik cek tanpa harus menunggu lagi. Jadi, dengan demikian rekening giro juga dikenal sebagai demand deposit account. Maka, dapat diketahui bahwa penarikan / penerbitan suatu cek berhubungan dengan simpanan giro. ;
2. Suatu pernyataan sanggup (akseptasi) dituliskan di dalam cek, harus dianggap tidak tertulis. Ketentuan demikian adalah wajar, sebab apabila suatu cek diperkenanka untuk diakseptasi, maka akan kehilangan fungsinya sebagai alat bayar dan berubah menjadi alat kredit (credit middle);


E. Cek Mundur Dan Cek Kosong
Salah satu permasalahan dalam kaitan dengan penggunaan suatu cek adalah menyangkut penggunaan cek mundur (postdated cheque). Adapun yang dimaksud dengan cek mundur dengan cek mundur adalah suatu cek yang tanggal penarikannya diundurkan dari tanggal yang sebenarnya. Sebagai contoh seseorang menarik cek untuk pembayaran sebuah sepeda motor seharga 1 juta rupiah pada tanggal 3 Agustus 2005. Seharusnya cek tersebut bertanggal 3 Agustus 2005, tetapi yang dicantumkan pada cek tersebut bertanggal 25 Agustus 2006. Seseorang menarik cek mundur dengan kemungkinan beberapa alasan, antara lain:
a. Pada waktu cek ditarik, penarik belum memiliki dana;
b. Pada waktu penarikan cek tersebut dana yang dimiliki oleh penarik belum mencukupi;
c. Dana sudah dimiliki oleh penarik, tetapi akan dipergunakan untuk suatu tujuan lain.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka penarik mengeluarkan suatu cek dengan tanggal yang dimundurkan. Hal itu dilakukannya dengan harapan agar penerima / pemegang cek menunjukkan cek tersebut kepada bank/tertarik setelah tanggal yang tercantum pada cek dimaksud. Dalam contoh itu dimaksudkan agar cek ditunjukkan setelah tanggal 25 Agustus 2005.

Permasalahannya: Apakah KUHD memperkenankan cek mundur tersebut?

Pada Pasal 180 KUHD ada suatu pengaturan kewajiban seseorang / penarik yang mengeluarkan cek untuk memiliki dana / fonds pada tertarik / bank, pada Pasal tersebut tidak terlalu jelas kapan dana yang dimaksud harus dikuasai oleh bankir yang bersangkutan. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak dari kata-kata “ diterbitkan pada seseorang bankir yang mempunyai dana / fonds” dapat disimpulkan bahwa dana tersebut diperkirakan sudah tersedia pada waktu cek diterbitkan. Kesimpulannya, apabila seseorang menarik cek, maka yang bersangkutan harus memiliki dana pada tertarik. Namun pernyataan tersebut justru semakin tidak jelas, dan Pasal 180 KUHD bagian kedua dinyatakan bahwa boleh saja seseorang menarik cek dan pada waktu menarik, orang itu belum memiliki dana pada tertarik, dan cek yang dikeluarkannya itu tetap sama. Apabila kesimpulan itu benar berarti hal itu menjadi dasar bagi seseorang untuk menarik cek yang belum ada dananya dan untuk itu tanggalnya dibuat mundur dari tanggal yang sesungguhnya.
Melihat ketentuan Pasal 190 a KUHD , maka dapat ditafsirkan bahwa pembuat undang-undang mengutamakan adanya dana pada tertarik itu adalah pada saat cek ditunjukkan, dan bukan pada saat cek ditarik / diterbitkan. Dengan demikian terdapat suatu perbedaan antara Pasal 180 dengan Pasal 190 a KUHD. Sebab di samping itu pula pembuat undang-undangpun juga tidak konsekuen ataupun secara tegas melarang adanya cek mundur. Jika kita lihat pada Pasal 205 ayat (2) KUHD , ada 2 (dua) hal, yakni:
a. KUHD membuka peluang adanya cek mundur dan cek itu ditunjukkan sebelum hari tanggal dikeluarkannya;
b. KUHD tidak membenarkan adanya cek mundur, karena cek yang demikian tetap harus dibayar pada waktu pengunjukkannya. Ketentuan tersebut untuk menegaskan cek merupakan alat bayar, termasuk juga cek mundur.
Juga dipihak lain mengenai cek mundur ini juga bertentangan dengan Pasal 206 KUHD , bahwa cek tersebut tidak boleh diunjukkan / ditawarkan untuk dibayar sebelum tanggal yang tercantum sebagai tanggal pengeluarannya. Apabila Bank juga menolak untuk melakukan suatu pembayaran terhadap cek mundur, bank dapat mempergunakan alasanya dengan menggunakan dasar hukum ini. Cek mundur sering dikaitkan dengan cek kosong padahal pengertian cek mundur tentu berbeda dengan cek kosong, sebab cek mundur belum tentu cek itu kosong. Cek kosong merupakan cek yang dananya / fonds suatu cek yang tidak tersedia pada saat cek tersebut ditunjukkan kepada tertarik, dananya tidak tersedia pada tertarik atau tidak mencukupi. Hal ini tentunya akan menjadi lain pengertiannya jika dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1964 tentang Pelanggaran Cek Kosong yang kemudian dicabut dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1971.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1964 tentang Pelanggaran Cek Kosong, mengenai larangan penarikan cek kosong, yakni:
a. Perbuatan penarikan cek kosong telah dilakukan sedemikian rupa sehingga merupakan manipulasi yang dapat mengancam dan menggagalkan usaha-usaha pemerintah dalam melaksanakan stabilisasi / perbaikan-perbaikan di bidang moneter dan perekonomian pada umumnya;
b. Penarikan cek kosong dapat pula mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lalu lintas pembayaran dengan cek pada khususnya dan perbankan pada umumnya.
Ketentuan mengenai cek kosong ini antara yang diatur pada KUHD dengan yang diatur pada UU No. 17 Tahun 1964 adalah berbeda, kalau menurut UU No. 17 Tahun 1964 dana tersebut harus sudah tersedia pada waktu cek yang dimaksud ditarik, apabila tidak maka sudah dikategorikan sebagai cek kosong. Sedangkan menurut KUHD belum dapat dikategorikan sebagai cek kosong, karena yang diutamakan dana itu tersedia pada waktu penunjukkan cek tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU No. 17 Tahun 1964, seseorang yang menarik cek kosong dan mengundurkan tanggalnya karena menduga atau mengetahui dananya belum cukup tersedia pada tertarik, sudah termasuk menarik cek kosong.
Sanksi atas penarikan cek kosong berdasarkan Pasal 1 UU No. 17 Tahun 1964, adalah:
a. Pidana mati;
b. Pidana seumur hidup, atau;
c. Pidana penjara selama-lamanya 20 tahun, dan
d. Pidana denda sebanyak-banyak 4X jumlah yang tertulis dalam cek kosong yang bersangkutan.

Dengan demikian sejak diundangkannya Undang-undang tentang Pelanggaran Cek Kosong, penarikan cek kosong secara tegas merupakan masalah hukum pidana, dan termasuk kategori kejahatan. Setelah berjalan beberapa tahun ternyata dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1964 menimbulkan beberapa dampak yang tidak diharapkan, sehingga undang-undang tersebut dicabut oleh Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1971 yang selanjutnya setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1971 dan mulai berlaku tanggal 6 oktober 1971. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut pertimbangan dicabutnya undang-undang pelarangan cek kosong yakni karena pada kenyataannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 1964 menghambat kelancaran lalu lintas perekonomian pada umumnya dan dunia perbankan pada khususnya.
Terjadinya hambatan dimaksud dapat dipahami karena dengan sanksi yang sangat berat terhadap mereka menimbulkan keragu-raguan dikalangan masyarakat untuk mempergunakan cek dalam lalu lintas perekonomian. Dengan demikian cek menjadi kehilangan fungsinya sebagai alat pembayaran tunai.


F. Cek Silang dan Cek Perhitungan
Ada jenis cek yang disebut “cek silang” dan “cek perhitungan”. Cek silang berasal dari Inggris dan cek perhitungan itu berasal dari Jerman, namun kedua-duanya bertujuan untuk meningkatkan keamanan lalu lintas cek. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Cek Silang adalah cek yang dibayarkan hanya kepada bankir atau salah seorang nasabah dari bank tersangkut. Cek itu dapat diketahui bentuknya dengan adanya garis miring lurus sama jalan di halaman muka sebuah cek. Cek itu dibayar dengan uang tunai.
b. Cek perhitungan ialah cek yang dapat dibayar kepada tiap-tiap pemegang yang berhak. Pembayarannya tidak dengan uang tunai, tetapi dengan cara “pemindahan buku” (overboeking) pada rekening pemegang. Cek perhitungan itu ditandai dengan tulisan miring lurus dari bawah ke atas yang berbunyi: “untuk perhitungan”

Tujuan untuk meningkatkan keamanan lalu lintas cek itu juga relatif sifatnya, sebab:
1). Pemegang cek dari perhitungan yang berasal dari curian dapat membuka rekening baru pada suatu bank dan menyuruh memasukkan dalam rekeningnya jumlah uang yang tersebut dalam cek perhiyungan asal curian itu. Kalau dia tidak berhasil untuk membuka rekening pada bank yang bersangkutan, maka dia dapat meminta kepada salah seorang nasabah atau orang yang suka membantunya, yang mempunyai rekening pada bank tersebut di atas, agar ceknya dipindahbukuan dalam rekening-gironya. Sudah tentu hal itu tidak akan terjadi dengan Cuma-Cuma.
2). Pemegang cek silang yang berasal dari curian, yang bukan nasabah suatu bank, dapat memasukkan cek silang yang berasal dari curian itu dengan cara, dia membuka rekening pada bank dan memasukkan jumlah uang yang ada dalam cek silang curian itu dalam rekeningnya. Atau dia minta bantuan kepada orang lain, yang mempunyai rekening pada bak yang bersangkutan agar jumlah uang yang tersebut dalam cek silang curian itu dimasukkan dalam rekening orang tersebut. Juga hal ini tidak akan terjadi dengan Cuma-Cuma.

Mengingat ini semua, maka diharapkan kepada para bankir dalam memberikan izin untuk membuka rekening baru supaya bersikap waspada, yakni hanya diizinkan kepada orang-orang yang telah dikenal kebaikannya saja. Dan kepada penerbit cek supaya cek yang yang diterbitkan diberi klausul “tidak kepada pengganti”.
Dalam rangka mengupayakan pengamanan penggunaan cek, KUHD membuka kemungkinan diterbitkan cek silang (crossed cheque) dan cek perhitungan (verrekenings cheque). Adapun yang dimaksud dengan cek silang adalah suatu cek yang diberi dua garis miring yang sejajar pada bagian muka cek tersebut, yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 214 dan Pasal 215 KUHD.
Menurut Pasal 214 ayat (2) KUHD terdapat 2 (dua) macam cek silang, yakni:
a. Cek silang umum (General Crossing. Algemene Kruising);
b. Cek silang khusus (Special Crossing, Bijzonder Kruising)

Cek silang umum adalah suatu cek yang diberi tanda berupa dua garis sejajar pada bagian muka cek itu dan di antara dua garis tersebut tidak terdapat suatu petunjuk atau nama sesuatu bank. Dengan diberi silang umum berakibat bahwa cek dimaksud hanya dapat dibayar oleh bank tertarik kepada setiap bank yang menyerahkannya, atau kepada nasabah bank pembayar/ tertarik yang menyerahkan cek tersebut. Untuk seorang pemegang suatu cek silang umum yang bukan bankir atau nasabah bank tertarik hanya dapat mencairkan dana cek itu melalui suatu bank dimana dia menjadi nasabahnya.
Adapun cek silang khusus adalah suatu cek yang diberi tanda berupa dua buah garis yang sejajar pada bagian mukanya dan diantara kedua garis tersebut dicantumkan nama suatuy bank. Hal demikian berarti bahwa tertarik hanya dapat membayar dananya kepada bank yang disebutkan namanya didalam kedugaris sejajar tersebut. Perlu diketahui bahwa suatu cek silang umum dapat diubah menjadi cek silang khusus, tetapi sebaliknya terhadap cek silang khusus tidak dapat dilakukan perubahan (Pasal 214 ayat (4) KUHD)
Mengenai cek perhitungan (verrekenings cheque) disebutkan dalam pasal 216 KUHD yakni suatu cek yang oleh penariknya dituliskan pada bagian muka cek tersebut suatu klausula yang berbunyi “untuk dipergunakan rekening untuk diperhitungkan” atau kalimat sejenisnya. Hal tersebut berarti bahwa tertarik cek tersebut tidak diperkenankan membayar cek bersangkutan dengan uang kontan, tetapi hanya melakukan pemindahan pembukuan saja. Dengan demikian cek perhitungan tersebut mempunyai sifat seperti bilyet giro.
Dalam hubungan dengan cek silang dan cek perhitungan ini dalam praktek sebagaimana diungkapkan antara lain oleh Rasyim Wiraatmadja, Indrawati Soewarso, Sutan Remy Sjahdeini terdapat beberapa masalah dalam praktek, yakni:
a. Terdapat anggapan dari sebagian masyarakat, bahwa cek silang itu sebagai cek perhitungan yakni tidak dibayar dengan uang tunai tetapi hanya merupakan pemindah pembukuan saja, padahal pembayarannya dilakukan dengan tunai. Maksudnya dibuat cek silang hanyalah untuk membatasi pihak yang dapat menguangkan cek tersebut. Masyarakat menganggap pembubuhan silang pada cek diartikan atau dimaksudkan bahwa cek itu tidak dapat dibayar tunai tetapi harus melalui pembukuan. Bahkan petugas-petugas bank pun pada umumnya mempunyai pemahaman serupa yang keliru itu.
b. Adakalanya dalam praktek ada yang membuat tanda silang pada suatu cek hanya dengan dua coretan kecil di bagian kanan atas muka cek itu. Dengan hanya coretn yang demikian adakalanya tidak jelas bahwa itu merupakan cek silang.
c. Pada KUHD secara tegas melarang dilakukan pencoretan nama bankir ataupun pencoretan penyilangan yang telah dibuat. Apabila hal demikian dilakukan maka dianggap pencoretan itu tidak terjadi. Menurut Rasyim Wiraatmadja adakalanya dalam praktek, penarik suatu cek silang mencoret tanda silang yang telah dibuatnya.


G. Perkembangan Cek
- Pada pertengahan abad ke 19, cek menjadi alat pembayaran utama yang digunakan oleh orang-orang Amerika Serikat.
- Cek menjadi alat pembayaran utama. Meskipun saat ini sudah ada penggunaan kartu kredit, cek merupakan kewenangan untuk menarik dana.
- Cek adalah suatu perintah dari sipemilik dana (the drawer of the check) kepada bank (the drawee).
- Bank setuju untuk membayar cek yang sah dikeluarkan oleh drawer
- Pada penandatanganan TC (Traveller’s cheque) dari orang yang berpergian iu seharusnya dilakukan di muka petugas bank, demikian juga pada waktu menguangkannya, harus ditandatangani lagi oleh orang yang berpergian di muka petugas bank pembayar.
- Cashier’ check (official check) yakni suatu cek yang ditarik oleh sebuah bank atas dirinya sendiri. Dengan demikian dalam hal ini penarik berkedudukan juga sebagai tertarik.
- Banker’s check (bank draft) yakni suatu cek yang ditarik oleh sebuah bank terhadap bank yang lain mengingat semakin berkembangnya jenis-jenis cek yang belum terdapat pengaturannya, maka dalam peraturan perundang-undangan yang akan datang, hal tersebut diharapkan dapat diantisipasi.

Tidak ada komentar: