UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2007
NOMOR 28 TAHUN 2007
PERUBAHAN
KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA
CARA PERPAJAKAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan
kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi
informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material
di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan
Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN
KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR
6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN.
Pasal
I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang:
- Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3566);
- Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3984),
diubah sebagai berikut:
- Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang
ini yang dimaksud dengan:
- Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
- Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
- Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk
apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
- Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
- Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan
kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi
Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini.
- Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun
kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender.
- Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1
(satu) Tahun Pajak.
- Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar
pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian
Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
- Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan
untuk suatu Masa Pajak.
- Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan
untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
- Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
- Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
- Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
- Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
- Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak.
- Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang
terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong
atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
- Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan
pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.
- Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk
memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
- Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau
bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan
petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
- Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
- Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan
hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
- Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut.
- Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan
lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
- Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di
bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
- Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan
Bunga.
- Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
- Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak
atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
- Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak
atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
- Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah
Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak
atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan
Gugatan dari badan peradilan pajak.
- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
- Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada
Wajib Pajak.
- Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,
tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah
tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara
langsung.
- Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos
pengiriman, tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung
adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara
langsung.
- Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1)
|
Setiap Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
|
(2)
|
Setiap Wajib Pajak sebagai
Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
|
(3)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat
menetapkan:
|
a.
tempat
pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat
(1) dan ayat (2); dan/atau
b.
tempat
pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu.
|
|
(4)
|
Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak
secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
|
(4a)
|
Kewajiban perpajakan bagi Wajib
Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
(5)
|
Jangka waktu pendaftaran dan
pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(6)
|
Penghapusan Nomor Pokok Wajib
Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:
|
c.
diajukan
permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli
warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
d.
Wajib
Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
e.
Wajib
Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
f.
dianggap
perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak
dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
|
(7)
|
Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak
orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
|
(8)
|
Direktur Jenderal Pajak karena
jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
|
(9)
|
Direktur Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
|
- Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2A
Masa Pajak
sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender.
- Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 3
(1)
|
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi
Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
(1a)
|
Wajib Pajak yang telah mendapat
izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang
selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(1b)
|
Penandatanganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan
stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai
kekuatan hukum yang sama, yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(2)
|
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain
yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
(3)
|
Batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan adalah:
|
.
untuk
Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa
Pajak;
a.
untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,
paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
b.
untuk
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama
4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
|
|
(3a)
|
Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat
Pemberitahuan Masa.
|
(3b)
|
Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(3c)
|
Batas waktu dan tata cara
pelaporan atas pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh bendahara
pemerintah dan badan tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
(4)
|
Wajib Pajak dapat memperpanjang
jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan
cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada
Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
|
(5)
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang
terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti
pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(5a)
|
Apabila Surat Pemberitahuan tidak
disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas
waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran.
|
(6)
|
Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan
serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang
digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(7)
|
Surat Pemberitahuan dianggap tidak
disampaikan apabila:
|
c.
Surat
Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
d.
Surat
Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
e.
Surat
Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun
sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan
Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau
f.
Surat
Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan
pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
|
|
(7a)
|
Apabila Surat Pemberitahuan
dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur
Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak.
|
(8)
|
Dikecualikan dari kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan
tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar