Pages

Kamis, 24 November 2011

Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

Kembali: tekan backspace ←


No. 33, 1992
(ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN. Imigrasi. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474)
http://www.djpp.depkumham.go.id/image/ydown.gif

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik Indonesia serta merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan Nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan antar bangsa dan negara diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian yang dewasa ini diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan, c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu Undang undang;
Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:  UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, 3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang asing yang mempunyai izin tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya yang lazim dipergunakan untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki.

Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar atau masuk wilayah Indonesia.
BAB II
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA

Pasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan.
Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk.

Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta. tidak akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.

Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:
a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa;
b. orang asing yang memiliki Izin Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan, awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari tempat transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, persyaratan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut:
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a;
c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali atau tidak mempunyai izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.

Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang datang atau akan berangkat ke luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan kedatangan atau, rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar. wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan pemeriksaan keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah Indonesia setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak mendapat Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Pasal 10
Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN

Bagian Pertama
Pencegahan

Pasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.

Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua) kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah Indonesia.
Bagian Kedua
Penangkalan

Pasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap orang asing dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tenlang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim yang dipimpin oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur:
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 17
Penangkalan terhadap orang asing dilakukan karena:
a. diketahui atau diduga terlibat dengan kegiatan sindikat kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan Negara Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
e. pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat dikenakan penangkalan dalam hal:
a. telah lama meninggalkan Indonesia atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan melakukan tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau dapat mengganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengancam keselamatan diri atau keluarganya.

Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan kepada perwakilan-perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu, yang sama atau kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan penangkalan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu masuk wilayah Indonesia.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak ada komentar: