No. 33, 1992
|
(ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN.
Imigrasi. Warganegara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3474)
|
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pengaturan
keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah
Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik Indonesia serta merupakan
salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nasional yang berwawasan Nusantara dan dengan semakin meningkatnya
lalu lintas orang serta hubungan antar bangsa dan negara diperlukan
penyempurnaan pengaturan keimigrasian yang dewasa ini diatur dalam berbagai
bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan, c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas,
dipandang perlu mengatur ketentuan tentang keimigrasian dalam suatu Undang
undang;
Mengingat: 1. Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara-Tahun 1958 Nomor
113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor
62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209);
Dengan
persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal
lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan
pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia
yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, 3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas
pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi
adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh
Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan
Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat
yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang
ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi
orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang
diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah
Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin
yang diterakan pada Surat Perjalanan orang asing yang mempunyai izin tinggal di
Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda
tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut,
pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya yang lazim dipergunakan untuk
mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang
bersifat sementara terhadap orang orang tertentu untuk ke luar dari wilayah
Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang
bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah
Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah
tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat
penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau
deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah
tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya
tidak dikehendaki.
Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke
luar atau masuk wilayah Indonesia.
BAB II
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA
Pasal 3
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA
Pasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib
memiliki Surat Perjalanan.
Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar
wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk
ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk.
Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau ke
luar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk
wilayah Indonesia wajib memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang
asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta. tidak
akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.
Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban
memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:
a. orang asing warga negara dari
negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa;
b. orang asing yang memiliki Izin
Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan, awak
yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di
bandar udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan
atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari tempat
transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis, persyaratan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing
untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut:
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang
tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a;
c. menderita gangguan jiwa atau
penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali
atau tidak mempunyai izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan
yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.
Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang
datang atau akan berangkat ke luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan kedatangan atau, rencana keberangkatan;
a. memberitahukan kedatangan atau, rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan
daftar awak alat angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi
kapal laut yang datang dari luar. wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau
turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan pemeriksaan
keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah
Indonesia setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak
mendapat Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Pasal 10
Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan
Imigrasi, berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau
mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Bagian Pertama
Pencegahan
Pasal 11
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Bagian Pertama
Pencegahan
Pasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab
pencegahan dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut
urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut
pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan
dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan
pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau
Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan
keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena
pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang
yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal penetapan.
Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua)
kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu sesuai
dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu paling lama
6 (enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam)
bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tersebut tidak
lebih dari 2 (dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan
tersebut berakhir demi hukum.
Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah
Indonesia.
Bagian
Kedua
Penangkalan
Pasal 15
Penangkalan
Pasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawab
penangkalan terhadap orang asing dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut
urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut
pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan
dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun
1982 tenlang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan
penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau
Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab
penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim yang
dipimpin oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur:
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia;
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan
penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau
Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 17
Penangkalan terhadap orang asing
dilakukan karena:
a. diketahui atau diduga terlibat
dengan kegiatan sindikat kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya
sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia
atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan Negara
Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat
kebiasaan masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara,
orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan
hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana
menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
e. pernah diusir atau dideportasi
dari wilayah Indonesia; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan
dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat
dikenakan penangkalan dalam hal:
a. telah lama meninggalkan Indonesia
atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan
melakukan tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau Pemerintah
Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia
dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau
dapat mengganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia
dapat mengancam keselamatan diri atau keluarganya.
Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan
keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang kurangnya:
a. identitas orang yang terkena
penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dikirimkan kepada perwakilan-perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang
untuk jangka waktu, yang sama atau kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka
waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir
demi hukum.
Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap
Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku untuk jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk
paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan
penangkalan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir
demi hukum.
Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1) Pejabat
Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu
masuk wilayah Indonesia.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar