NOMOR 46 TAHUN 2012
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI,
KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5, Pasal 13 ayat (4), Pasal 19 ayat (3),
Pasal 21, Pasal 22 ayat (5), Pasal 23, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 48, Pasal 59
ayat (2), dan Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Penyelenggaraan Pengamatan dan Pengelolaan Data Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika;
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI,
KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah
ini yang dimaksud dengan:
1.
Meteorologi adalah gejala alam yang berkaitan dengan cuaca.
2.
Klimatologi adalah gejala alam yang berkaitan dengan iklim dan
kualitas udara.
3.
Geofisika adalah gejala alam yang berkaitan dengan gempa bumi
tektonik, tsunami, gravitasi, magnet bumi, kelistrikan udara, dan tanda waktu.
4.
Daerah Lingkungan Pengamatan yang selanjutnya disebut Lingkungan
Pengamatan adalah wilayah di 1 / 46 sekitar stasiun pengamatan yang mempunyai
pengaruh langsung terhadap hasil pengamatan.
5.
Rencana Induk Penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika, yang selanjutnya disebut Rencana Induk, adalah pedoman nasional
penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
6.
Data adalah hasil pengamatan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika yang diperoleh di stasiun
pengamatan.
7. Pengelolaan
Data adalah serangkaian perlakuan terhadap data.
8. Pengumpulan
Data adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dari stasiun pengamatan kepada
Badan dipusat operasional yang terhubung dengan pusat data Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika.
9. Pengolahan Data adalah serangkaian kegiatan perlakuan terhadap
data yang meliputi kendali mutu,pengelompokan, tabulasi data, dan perhitungan
data.
10. Analisis Data adalah kegiatan mengidentifikasi perilaku gejala
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika hasil pengolahan.
11. Penyimpanan Data adalah proses pengarsipan data dan informasi
dalam berbagai media,
Termasuk pembuatan
sistem cadangan.
12.
Pengaksesan Data adalah kegiatan untuk memperoleh data dan/atau informasi.
13. Pusat
Data Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika adalah pusat data yang berada di
Badan.
14. Informasi Khusus adalah informasi Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika yang dikeluarkan
Berdasarkan permintaan.
15.
Kalibrasi adalah kegiatan peneraan sarana pengamatan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
16. Badan
adalah instansi pemerintah yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang
Meteorologi,
Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika meliputi kegiatan:
a.
pengamatan;
b.
Pengelolaan Data;
c.
pelayanan;
d.
penelitian, rekayasa, dan pengembangan; dan
e. kerja
sama internasional.
(2) Peraturan Pemerintah
ini mengatur mengenai penyelenggaraan pengamatan dan Pengelolaan Data.
(3) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan pelayanan, penelitian, rekayasa, dan pengembangan, serta
Kerja sama internasional diatur dalam
Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB II
PENGAMATAN
Pasal 3
(1) Pengamatan dilakukan
terhadap unsur:hukumonline.com
a.
Meteorologi;
b.
Klimatologi; dan
c.
Geofisika.
(2) Pengamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Badan, instansi pemerintah,
pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Badan mengoordinasikan
penyelenggaraan pengamatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah
lainnya, pemerintah daerah, badan hukum,
dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 4
(1) Pengamatan Meteorologi
dilakukan untuk memperoleh Data atau nilai gejala alam yang berkaitan
dengan cuaca.
(2) Pengamatan Meteorologi
paling sedikit dilakukan terhadap unsur:
a.
radiasi matahari;
b. suhu
udara;
c.
tekanan udara;
d. angin;
e.
kelembaban udara;
f. awan;
g. hujan;
h.
gelombang laut;
i. suhu
permukaan air laut; dan
j. pasang
surut air laut.
Pasal 5
(1) Pengamatan Klimatologi
dilakukan untuk memperoleh Data atau nilai gejala alam yang berkaitan
dengan iklim dan kualitas udara.
(2) Pengamatan Klimatologi
meliputi:
a. iklim;
dan
b.
kualitas udara.
(3) Pengamatan iklim
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit dilakukan terhadap
unsur:
a.
radiasi matahari;
b. suhu
udara;
c. suhu
tanah;
d.
tekanan udara;
e. angin;
f.
penguapan;
umonli g.
kelembaban udara;
h. awan;
i. hujan;
dan
j.
kandungan air tanah.
(4) Pengamatan kualitas
udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a.
pencemaran udara paling sedikit dilakukan terhadap unsur:
1. partikulat (SPM, PM10, PM2.5);
2. sulfur dioksida;
3. nitrogen oksida dan nitrogen
dioksida;
4. ozon;
5. karbon monoksida; dan
6. komposisi kimia air hujan.
b. gas
rumah kaca paling sedikit dilakukan terhadap unsur:
1. karbon dioksida;
2. methan;
3. nitrous oksida;
4. hidrofluorokarbon;
5. perfluorokarbon; dan
6. sulfur heksafluorida.
(5) Pengamatan Klimatologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
berkesinambungan untuk jangka waktu
tertentu.
Pasal 6
(1) Pengamatan Geofisika
dilakukan untuk memperoleh Data atau nilai gejala alam yang berkaitan
dengan gempabumi tektonik, tsunami,
gravitasi, magnet bumi, kelistrikan udara, dan tanda waktu.
(2) Pengamatan Geofisika
paling sedikit dilakukan terhadap unsur:
a. getaran tanah;
b. gaya berat;
c. kemagnetan bumi;
d. posisi bulan dan matahari;
e. penentuan sistem waktu;
f. tsunami; dan
g. kelistrikan udara.
Pasal 7
(1) Metode pengamatan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang
digunakan harus sesuai dengan karakteristik jenis pengamatan.
(2) Metode pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dipatuhi oleh setiap tenaga pengamat.
Pasal 8
Metode pengamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan memperhatikan:
a. kesamaan waktu pengamatan;
b. pembacaan dan penaksiran;
c. pencatatan Data;
d. pengelompokan Data; dan
e. penyandian Data.
Pasal 9
Kesamaan waktu pengamatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dilakukan berdasarkan waktu standar
internasional.
Pasal 10
(1) Pengamatan Meteorologi yang masuk dalam sistem jaringan
dilakukan secara terus menerus setiap 1 (satu) jam selama 24 (dua puluh empat)
jam setiap hari berdasarkan waktu standar internasional.
(2) Hasil pengamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setiap 3 (tiga) jam dikirim ke World
Meteorological Organization untuk kepentingan pertukaran Data
internasional pada pukul 00:00, 03:00, 06:00, 09:00, 12:00, 15:00, 18:00, dan
21:00 waktu standar internasional.
(3) Dalam hal pengamatan Meteorologi untuk kepentingan pelayanan
Informasi Khusus, Badan dapat melakukan pengamatan sewaktu-waktu sesuai dengan
permintaan.
(4) Pengamatan Meteorologi yang dilakukan stasiun pengamatan
selain Badan yang masuk dalam sistem jaringan dilakukan secara rutin dan dapat
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan sendiri.
Pasal 11
(1) Pengamatan iklim di stasiun yang masuk dalam sistem jaringan
dilakukan secara rutin setiap 1 (satu) jam selama 24 (dua puluh empat) jam
setiap hari berdasarkan waktu setempat.
(2) Dalam hal pengamatan iklim untuk kepentingan pelayanan
Informasi Khusus, Badan dapat melakukan pengamatan sewaktu-waktu sesuai dengan
permintaan.
(3) Pengamatan iklim yang dilakukan stasiun pengamatan selain
Badan yang masuk dalam sistem jaringan dilakukan secara rutin dan dapat
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan sendiri.
Pasal 12
(1) Pengamatan kualitas udara di stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan terhadap unsur partikulat (SPM) dengan ukuran sampai
dengan 100 (seratus) mikron dilakukan secara rutin setiap 6 (enam) hari.w.hukumonline.com
(2) Pengamatan kualitas udara di stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan terhadap unsur partikulat (PM2.5) sampai dengan ukuran
2,5 (dua koma lima) mikron dilakukan secara rutin setiap jam setiap hari.
(3) Pengamatan kualitas udara di stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan terhadap unsur partikulat (PM10) dengan ukuran 10
(sepuluh) mikron dilakukan secara rutin setiap jam setiap hari.
(4) Pengamatan kualitas udara di stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan terhadap unsur sulfur dioksida, nitrogen oksida, nitrogen
dioksida, ozon, karbon monoksida dan komposisi kimia air hujan dilakukan secara
rutin setiap jam setiap hari.
(5) Pengamatan kualitas udara di stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan untuk gas rumah kaca dilakukan secara rutin setiap jam
setiap hari.
(6) Dalam hal pengamatan kualitas udara untuk kepentingan pelayanan
Informasi Khusus, Badan dapat melakukan pengamatan sewaktu-waktu sesuai dengan
permintaan.
(7) Pengamatan kualitas udara yang dilakukan stasiun pengamatan
selain Badan yang masuk dalam sistem jaringan dilakukan secara rutin dan dapat
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan sendiri.
Pasal 13
(1) Pengamatan Geofisika di stasiun pengamatan yang masuk dalam
sistem jaringan terhadap unsur getaran tanah, kemagnetan bumi, penentuan sistem
waktu, tsunami, dan kelistrikan udara dilakukan secara rutin setiap hari selama
24 (dua puluh empat) jam secara terus-menerus.
(2) Pengamatan Geofisika di stasiun pengamatan yang masuk dalam
sistem jaringan terhadap unsur posisi bulan dan matahari dilakukan secara rutin
setiap akhir bulan kamariah.
(3) Pengamatan Geofisika di stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem
jaringan terhadap unsur gaya berat dilakukan sesuai dengan permintaan.
(4) Dalam hal pengamatan Geofisika untuk
kepentingan pelayanan Informasi Khusus, Badan dapat
melakukan
pengamatan sewaktu-waktu sesuai dengan permintaan.
(5) Pengamatan Geofisika yang dilakukan stasiun pengamatan selain
Badan yang masuk dalam sistem jaringan dilakukan secara rutin dan dapat
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan untuk kepentingan sendiri.
Pasal 14
Untuk
kepentingan peringatan dini dan informasi dini, stasiun yang didirikan oleh
Badan dan/atau stasiun yang didirikan selain Badan yang masuk dalam sistem
jaringan wajib melakukan pengamatan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
setiap hari selama 24 (dua puluh empat) jam secara terus-menerus di tempat yang
telah ditentukan.
Pasal 15
Pembacaan dan penaksiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dilakukan terhadap Data dalambentuk:
a. angka;
b. huruf;
c. gambar; dan/atau
d. citra.
Pasal 16
Pembacaan dan penaksiran
Data pengamatan Meteorologi dalam bentuk angka, huruf, gambar, dan/atau citra dilakukan
terhadap unsur:
a. radiasi matahari;
b. suhu udara;
c. tekanan udara;
d. angin;
e. kelembaban udara;
f. awan;
g. hujan;
h. gelombang laut;
i. suhu permukaan air laut; atau
j. pasang surut air laut.
Pasal 17
Pembacaan dan penaksiran
Data pengamatan iklim dan kualitas udara dalam bentuk angka, huruf, gambar, dan/atau
citra dilakukan terhadap unsur:
a. radiasi matahari;
b. suhu udara;
c. suhu tanah;
d. tekanan udara;
e. angin;
f. penguapan;
g. kelembaban udara;
h. awan;
i. hujan;
j. kandungan air tanah; atau
k. kualitas udara.
Pasal 18
Pembacaan dan penaksiran
Data pengamatan Geofisika dalam bentuk angka, huruf, gambar, dan/atau citra dilakukan
terhadap unsur:
a. getaran tanah;
b. gaya berat;ukumonline.com
c. kemagnetan bumi;
d. posisi bulan dan matahari;
e. penentuan sistem waktu;
f. tsunami; atau
g. kelistrikan udara.
Pasal 19
(1) Pencatatan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c,
dilakukan terhadap semua unsur pengamatan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika.
(2) Pencatatan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara manual dan/atau otomatis disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
teknologi.
Pasal 20
Dalam hal terjadi
perbedaan pencatatan Data yang dilakukan secara manual dan otomatis, Data hasil
pencatatan manual yang
digunakan.
Pasal 21
Pencatatan Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dituangkan pada format standar yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 22
Pengelompokan Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d dilakukan berdasarkan lokasi, unsur,
waktu, dan jenis alat pengamatan.
Pasal 23
Penyandian Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e dilakukan berdasarkan ketentuan
internasional.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut
mengenai metode pengamatan diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
BAB III
PENGELOLAAN DATA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
www.hukumonline.com
(1) Pengelolaan Data dilakukan untuk menghasilkan informasi yang
cepat, tepat, akurat, luas cakupannya, dan mudah dipahami.
(2) Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pengumpulan;
b. pengolahan;
c. analisis;
d. penyimpanan; dan
e. pengaksesan.
(3) Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan dengan menggunakan metode Pengelolaan Data.
(4) Pengelolaan Data dapat dilakukan oleh Badan, instansi
pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.
(5) Badan mengoordinasikan penyelenggaraan
Pengelolaan Data yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah lainnya, pemerintah daerah, badan hukum, dan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 26
Setiap petugas yang
melakukan Pengelolaan Data wajib mempunyai sertifikat berdasarkan persyaratan
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
Bagian Kedua
Pengumpulan Data
Pasal 27
(1) Pengumpulan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf a dilakukan berdasarkan standar waktu pengumpulan dan format.
(2) Waktu pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan/atau tahun.
(3) Format sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat:
a. lokasi pengamatan;
b. unsur pengamatan;
c. hasil pengamatan; dan
d. waktu pengamatan.
Bagian Ketiga
Pengolahan Data
Pasal 28
www.hukumonline.com
(1) Data hasil pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
dilakukan pengolahan berdasarkan standar waktu dan metode.
(2) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi detik, menit,
jam, hari, minggu, bulan, dan/atau tahun.
(3) Metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan metode
statistik, metode dinamis, dan/atau metode gabungan metode statistik dan metode
dinamis.
Bagian Keempat
Analisis Data
Pasal 29
(1) Data hasil pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
dianalisis untuk menghasilkan informasi Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika.
(2) Analisis Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan standar waktu, ruang, dan metode.
(3) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi detik,
menit, jam, hari, minggu, bulan, dan/atau tahun.
(4) Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi lokasi dan/atau wilayah.
(5) Metode sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan metode
statistik, metode dinamis, dan/atau gabungan metode statistik dan metode
dinamis.
Pasal 30
Hasil Analisis Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 wajib disimpan di Pusat Data Meteorologi,
Klimatologi, dan
Geofisika.
Bagian Kelima
Penyimpanan Data
Pasal 31
(1) Penyimpanan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf d dilakukan berdasarkan metode penyimpanan.
(2) Metode penyimpanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan:
a. media dalam bentuk softcopy dan hardcopy;
b. disimpan paling sedikit pada 2 (dua) lokasi yang berbeda; dan
c. teknologi dalam bentuk teknologi digital dan/atau mengikuti
perkembangan teknologi.
Pasal 32
(1) Hasil Pengelolaan Data yang dilakukan oleh stasiun pengamatan
milik instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat
yang masuk dalam sistem jaringan, wajib disampaikan kepada Pusat Data
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika melalui sarana komunikasi yang
dimiliki.
(2) Data yang disimpan oleh Pusat Data Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didiseminasikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika.
Pasal 33
(1) Pusat Data Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika wajib
menyimpan, memelihara, dan menyelamatkan Data.
(2) Penyelamatan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan membuat sistem cadangan Data.
(3) Pusat Data Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika wajib
memiliki fasilitas komunikasi untuk Pengaksesan Data.
Bagian Keenam
Pengaksesan Data
Pasal 34
(1) Data hasil pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan
Data hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat diakses oleh
instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat yang
masuk dalam sistem jaringan.
(2) Pengaksesan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
untuk mendukung tugas pokok atau kepentingan instansi pemerintah, pemerintah
daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.
(3) Data hanya dapat diakses untuk cakupan
wilayah dan periode tertentu.
(4) Cakupan wilayah dan periode tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sesuai dengan jenis Data yang tersedia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai periode dan cakupan wilayah
tertentu Data yang diakses diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, dan
Pengaksesan Data diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
BAB IV
PRASARANA DAN SARANA PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN
DATA
Pasal 36
Badan wajib memenuhi
kebutuhan prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pengamatan dan
Pengelolaan Data.
www.hukumonline.com
Pasal 37
Prasarana untuk pengamatan
dan Pengelolaan Data meliputi:
a. stasiun pengamatan; dan
b. fasilitas penunjang lainnya.
Pasal 38
(1) Stasiun pengamatan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
meliputi stasiun pengamatan yang didirikan oleh:
a. Badan; dan
b. instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau
masyarakat.
(2) Stasiun pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan teknis dan administratif.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. tersedianya peralatan pengamatan;
b. mempunyai metode pengamatan dan sistem pelaporan; dan
c. Lingkungan Pengamatan.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. identitas pemohon bagi orang perseorangan;
b. akta pendirian bagi badan hukum Indonesia;
c. nomor pokok wajib pajak bagi orang perseorangan dan badan hukum
Indonesia;
d. studi kelayakan;
e. bukti kepemilikan lahan; dan
f. izin mendirikan bangunan.
Pasal 39
(1) Badan wajib mendirikan stasiun pengamatan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Dalam mendirikan stasiun pengamatan, Badan dapat bekerja sama
dengan instansi pemerintah atau pemerintah daerah, badan hukum Indonesia, atau
orang perseorangan.
(3) Kerja sama pendirian stasiun pengamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Setiap stasiun pengamatan yang didirikan oleh instansi
pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat wajib
didaftarkan pada Badan.
(2) Stasiun pengamatan selain Badan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas instansi pemerintah atau pemerintah daerah, badan usaha, dan
orang perseorangan untuk kepentingannya sendiri.
(3) Instansi pemerintah atau pemerintah
daerah dalam mendirikan stasiun pengamatan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika harus terkait dengan tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Badan setelah menerima permohonan pendaftaran stasiun
pengamatan yang diajukan oleh pemohon, melakukan penelitian terhadap
terpenuhinya persyaratan stasiun pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (3) dan ayat (4), dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja sejak diterimanya permohonan.
(5) Berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Badan memberikan persetujuan atau menolak permohonan.
(6) Dalam hal permohonan pendaftaran stasiun ditolak oleh Badan,
pemohon dapat mengajukan kembali permohonan pendaftaran setelah melengkapi
persyaratan.
Pasal 41
Setiap
stasiun pengamatan yang didirikan oleh selain Badan dilarang memublikasikan
Data hasil
pengamatannya
langsung kepada masyarakat kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal 42
Persyaratan Lingkungan
Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf c harus dipenuhi sesuai
dengan karakteristik jenis pengamatan serta dengan mempertimbangkan:
a. daerah terbuka yang bebas dari halangan;
b. ketinggian gedung atau pepohonan;
c. pengaruh topografi dan geologi;
d. daerah sekitar Lingkungan Pengamatan tidak berubah dalam kurun
waktu relatif lama; dan
e. potensi gangguan komunikasi transmisi data.
Pasal 43
(1) Lingkungan Pengamatan untuk stasiun pengamatan yang masuk
dalam sistem jaringan ditetapkan oleh Kepala Badan.
(2) Penetapan Lingkungan Pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan untuk pengamanan peralatan pengamatan, gangguan fungsi peralatan
pengamatan dan memberikan hasil pengamatan yang optimal.
(3) Penetapan Lingkungan Pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan titik koordinat geografis.
Pasal 44
Pemilik stasiun pengamatan
yang telah mendapatkan penetapan Lingkungan Pengamatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43,
wajib:
a. menjaga keamanan dan ketertiban Lingkungan Pengamatan;
b. memasang tanda batas sesuai dengan batas koordinat yang telah
ditetapkan;
www.hukumonc. menjamin terpeliharanya
kelestarian lingkungan; dan
d. memantau dan melaporkan penggunaan Lingkungan Pengamatan yang
digunakan
untuk keperluan yang mengganggu
pelaksanaan pengamatan kepada Kepala Badan.
Pasal 45
(1) Setiap pendirian stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem
jaringan harus sesuai dengan peta rencana yang tertuang dalam Rencana Induk.
(2) Sistem jaringan pengamatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sistem jaringan pengamatan Meteorologi;
b. sistem jaringan pengamatan Klimatologi yang meliputi:
1. sistem jaringan pengamatan iklim; dan
2. sistem jaringan pengamatan kualitas udara.
c. sistem jaringan pengamatan
Geofisika.
Pasal 46
(1) Setiap stasiun
pengamatan yang masuk dalam sistem jaringan wajib memiliki sarana komunikasi.
(2) Sarana komunikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sarana komunikasi menggunakan frekuensi radio;
b. sarana komunikasi menggunakan satelit; dan/atau
c. telepon.
Pasal 47
(1) Pembentukan sistem
jaringan pengamatan dilakukan berdasarkan kriteria:
a. jenis pengamatan;
b. cakupan pengamatan;
c. kerapatan antar stasiun pengamatan;
d. tata letak stasiun pengamatan; dan
e. jenis sarana komunikasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sistem jaringan pengamatan diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 48
(1) Stasiun pengamatan yang didirikan oleh selain Badan dan telah
terdaftar di Badan dapat masuk dalam sistem jaringan pengamatan melalui kerja
sama dengan Badan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan apabila pada lokasi tersebut belum terdapat stasiun pengamatan yang
masuk dalam sistem jaringan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
kerja sama diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
www.hukumonline.com
Pasal 49
(1) Setiap stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem jaringan pengamatan
harus melaporkan dan menyampaikan data hasil pengamatannya kepada Badan.
(2) Setiap kapal dengan ukuran tertentu atau pesawat terbang Indonesia
yang memiliki peralatan pengamatan wajib melaporkan hasil pengamatannya kepada
Badan.
Pasal 50
(1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 dilakukan sesuai dengan:
a. sistem pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
huruf b; dan
b. tata cara pelaporan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 51
(1) Stasiun pengamatan yang didirikan oleh selain Badan yang
menjadi bagian dalam sistem jaringan pengamatan dilarang direlokasi, kecuali
mendapat izin dari Badan.
(2) Izin relokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:
a. lokasi stasiun terkena dampak bencana yang tidak mungkin
dibangun kembali di
tempat yang sama;
b. lokasi stasiun pengamatan sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan
Pasal 56 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika; dan/atau
c. lokasi stasiun yang baru sesuai dengan titik tertentu yang ada
dalam jaringan dan sesuai dengan Rencana Induk.
(3) Permohonan izin untuk relokasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sudah harus diterima oleh kepala Badan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
pelaksanaan relokasi.
(4) Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan relokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pemilik stasiun pengamatan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin
relokasi diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 52
(1) Stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem jaringan pengamatan
wajib mengoperasikan stasiun pengamatan secara terus-menerus.
(2) Stasiun pengamatan yang masuk dalam
sistem jaringan pengamatan dilarang menghentikan
pengamatan,
baik sementara maupun permanen, kecuali memperoleh izin dari Kepala Badan.
(3) Penghentian pengamatan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
secara terus-menerus atau selama 5 (lima) hari tidak secara terus menurus dalam
1 (satu) bulan.
(4) Penghentian pengamatan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan karena tidak dioperasikannya atau ditutupnya stasiun pengamatan.
Pasal 53
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) diberikan
berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemegang izin pendirian stasiun
pengamatan.
(2) Dalam mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus disertai dengan alasan.
(3) Izin Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan dalam hal penghentianpengamatan dilakukan akibat terjadi bencana
dan/atau kejadian lainnya yang mengakibatkan peralatan tidak dapat difungsikan
atau peralatan tidak bisa lagi dibangun di lokasi tersebut.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pemberian izin dan penghentian pengamatan diatur dengan
Peraturan Kepala Badan.
Pasal 55
(1) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf b meliputi:
a. alat komunikasi;
b. akses menuju ke stasiun pengamatan;
c. gedung operasional;
d. taman alat;
e. menara;
f. sirine;dan/atau
g. fasilitas lainnya yang dapat menunjang stasiun pengamatan.
(2) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disediakan oleh pemilik stasiun pengamatan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 56
Sarana Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika terdiri atas:
a. peralatan pengamatan; dan
b. peralatan Pengelolaan Data.
Pasal 57
(1) Setiap stasiun
pengamatan harus dilengkapi dengan peralatan pengamatan.
(2) Peralatan pengamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. peralatan pengamatan Meteorologi;
b. peralatan pengamatan Klimatologi; dan
c. peralatan pengamatan Geofisika.
www.hukumonline.com
Pasal 58
Peralatan pengamatan
Meteorologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a dapat
meliputi:
a. alat pengukur radiasi matahari;
b. alat pengukur suhu udara;
c. alat pengukur penguapan;
d. alat pengukur tekanan udara;
e. alat pengukur arah dan kecepatan angin;
f. alat pengukur kelembaban udara;
g. alat pengukur awan;
h. alat pengukur hujan;
i. alat pengukur cuaca otomatis;
j. alat radar cuaca; dan/atau
k. alat satelit cuaca.
Pasal 59
(1) Peralatan pengamatan Klimatologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (2) huruf b terdiri atas peralatan pengamatan iklim dan kualitas
udara.
(2) Peralatan pengamatan iklim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi:
a. alat pengukur radiasi matahari;
b. alat pengukur suhu udara;
c. alat pengukur suhu tanah;
d. alat pengukur penguapan;
e. alat pengukur tekanan udara;
f. alat pengukur arah dan kecepatan angin;
g. alat pengukur kelembaban udara;
h. alat pengukur awan;
i. alat pengukur hujan; dan/atau
j. alat pengukur cuaca otomatis.
(3) Peralatan pengamatan
kualitas udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi:
a. alat pengukur
partikulat (SPM, PM 10, PM 2.5);
b. alat pengukur sulfur dioksida;
c. alat pengukur nitrogen oksida dan nitrogen dioksida;
d. alat pengukur ozon;
e. alat pengukur karbon monoksida;ww.hukumonline.com
f. alat pengukur komposisi kimia air hujan;
g. alat pengukur karbon dioksida;
h. alat pengukur methan;
i. alat pengukur nitrous oksida;
j. alat pengukur hidrofluorokarbon;
k. alat pengukur perfluorokarbon; dan/atau
l. alat pengukur sulfur heksafluorida.
Pasal 60
Peralatan pengamatan
Geofisika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf c dapat meliputi:
a. alat pemantau gempabumi;
b. alat pemantau percepatan tanah;
c. alat deteksi petir;
d. alat pemantau gravitasi;
e. alat pengamatan magnet bumi; dan/atau
f. alat tanda waktu.
Pasal 61
(1) Setiap peralatan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 sampai dengan Pasal 60 di stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem
jaringan harus dilengkapi dengan peralatan pengamatan cadangan sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan peralatan pengamatan
cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala
Badan.
Pasal 62
Setiap peralatan yang dioperasikan
di stasiun pengamatan wajib laik operasi untuk menjamin keberlangsungan fungsi
dan akurasi pengamatan.
Pasal 63
(1) Kelaikan operasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 meliputi:
a. kelaikan operasional; dan
b. kelaikan teknis.
(2) Kelaikan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a harus memenuhi persyaratan:
a. masih berada pada umur teknis yang ditentukan;
b. memiliki komponen sistem peralatan yang lengkap dan dalam
keadaan baik;
c. terpasang sesuai dengan prosedur;www.hukumonline.com
d. peralatan selalu dalam keadaan bersih; dan
e. lokasi pemasangan alat.
(3) Kelaikan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan:
a. sesuai dengan spesifikasi teknis; dan
b. sesuai dengan tingkat ketelitian yang ditentukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelaikan operasional dan
kelaikan teknis diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 64
(1) Untuk menjamin laik operasi, peralatan
pengamatan wajib dilakukan Kalibrasi.
(2) Kalibrasi peralatan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Badan atau institusi yang berkompeten sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
Kalibrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) terdiri atas:
a. Kalibrasi pertama; dan
b. Kalibrasi berkala.
Pasal 66
(1) Kalibrasi pertama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 huruf a dilakukan terhadap setiap jenis
peralatan
pengamatan pertama kali dioperasikan.
(2) Kalibrasi pertama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan peralatan
pengamatan
dapat berfungsi sesuai dengan persyaratan operasional dan teknis.
(3) Peralatan pengamatan yang telah dikalibrasi pertama diberi
sertifikat Kalibrasi pertama oleh Badan atau institusi lain yang berkompeten
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 67
(1) Kalibrasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf b
wajib dilakukan untuk setiap jenis peralatan pengamatan yang telah dioperasikan
sesuai dengan jadwal.
(2) Kalibrasi berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menjamin kelaikan peralatan pengamatan.
(3) Kalibrasi berkala sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan terhadap fungsi peralatan
pengamatan.
(4) Jadwal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Badan berdasarkan spesifikasi teknis, tingkat penggunaan, dan kondisi
lingkungan setiap jenis peralatan pengamatan.
Pasal 68
(1) Pelaksanaan Kalibrasi berkala terhadap fungsi peralatan
pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) dilakukan dengan pedoman
Kalibrasi yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
mengacu pada desain dan persyaratan teknis peralatan pengamatan.
Pasal 69
(1) Peralatan pengamatan yang telah lulus Kalibrasi berkala diberi
sertifikat Kalibrasi berkala oleh Badan atau institusi lain yang berkompeten
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sertifikat Kalibrasi berkala sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai masa berlaku sesuai dengan jadwal Kalibrasi berkala.
Pasal 70
(1) Dalam hal peralatan pengamatan mengalami perbaikan, rekondisi,
atau rehabilitasi akibat kerusakan dengan tingkat tertentu, wajib dilakukan
Kalibrasi sebelum dioperasikan kembali.
(2) Kerusakan dengan tingkat tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 71
(1) Kalibrasi pertama dan Kalibrasi berkala peralatan pengamatan
wajib menggunakan peralatan Kalibrasi standar sesuai dengan jenis peralatan
pengamatan.
(2) Peralatan Kalibrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan Kalibrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 72
(1) Kalibrasi peralatan pengamatan dapat dilakukan di lokasi
keberadaan peralatan atau di kantor badan atau institusi lain yang berkompeten
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kalibrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan peralatan Kalibrasi oleh petugas Kalibrasi yang memiliki sertifikat
keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 73
Penyelenggara Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika wajib mengalokasikan anggaran untuk melakukan
Kalibrasi peralatan
pengamatan.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara Kalibrasi pertama dan Kalibrasi berkala peralatan pengamatan
dan tata cara pemberian sertifikat diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
Pasal 75
Peralatan Pengelolaan Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, meliputi:
a. perangkat keras; danww.hukumonline.com
b. perangkat lunak.
Pasal 76
(1) Perangkat keras sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 huruf a paling sedikit meliputi:
a. komputer; dan
b. server.
(2) Perangkat lunak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf b
berupa program yang digunakan untuk Pengelolaan Data.
Pasal 77
(1) Badan atau instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah,
badan hukum, dan masyarakat wajib memelihara prasarana dan/atau sarana
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sesuai dengan standar teknis dan
operasional.
(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh pihak lain yang mempunyai keahlian di bidang pemeliharaan
peralatan berdasarkan perjanjian kerja sama.
(3) Pemeliharaan prasarana dan/atau sarana
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika meliputi:
a. pemeliharaan berkala; dan
b. perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.
(4) Pemilik prasarana dan/atau sarana Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika wajib secepatnya melakukan perbaikan prasarana dan sarana
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang tidak berfungsi agar dapat berfungsi
kembali sesuai dengan standar teknis dan/atau operasional.
Pasal 78
(1) Standar teknis pemeliharaan peralatan pengamatan dan peralatan
Pengelolaan Data paling sedikit meliputi:
a. penggantian komponen peralatan secara berkala sesuai dengan
umur teknis yang
ditentukan dan spesifikasi
teknis;
b. pemeriksaan kinerja peralatan secara berkala termasuk
Kalibrasi;
c. perbaikan peralatan pada saat terjadi kerusakan;
d. modifikasi, rekondisi, dan rehabilitasi peralatan;
e. penyediaan peralatan cadangan; dan
f. penyediaan dan pengelolaan suku cadang peralatan.
(2) Standar teknis pemeliharaan stasiun
pengamatan meliputi:
a. stasiun pengamatan harus selalu dalam kondisi bersih;
b. dilakukan pengecekan secara berkala; dan
c. dilakukan perbaikan apabila stasiun pengamatan mengalami
kerusakan.
(3) Standar operasional pemeliharaan stasiun
pengamatan, peralatan pengamatan dan peralatan
Pengelolaan
Data wajib memenuhi:www.hukumonline.com
a. kebersihan;
b. keamanan;
c. persyaratan lingkungan; dan
d. waktu pelaksanaan pemeliharaan.
Pasal 79
Biaya pemeliharaan
prasarana dan sarana Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dibebankan kepada
pemilik stasiun pengamatan.
Pasal 80
Petugas pemeliharaan
prasarana dan sarana Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika wajib memiliki
sertifikat kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar teknis dan operasional pemeliharaan prasarana dan sarana
Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika diatur dengan Peraturan Kepala Badan.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 82
Pembinaan penyelenggaraan
pengamatan dan Pengelolaan Data dilaksanakan oleh Kepala Badan.
Pasal 83
Pembinaan penyelenggaraan
pengamatan dan Pengelolaan Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal meliputi:
a. pengaturan;
b. pengendalian; dan
c. pengawasan.
Pasal 84
(1) Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a
meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis, penentuan norma, standar,
pedoman, kriteria, perencanaan, persyaratan, dan prosedur perizinan.
(2) Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf b
meliputi arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, dan bantuan
teknis.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf c terdiri
atas kegiatan pemantauan, evaluasi, audit, dan tindakan korektif.
www.hukumonline.com
Pasal 85
Penetapan kebijakan umum
dan teknis, penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan,
persyaratan, dan prosedur
perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) paling sedikit meliputi,
kebijakan umum dan teknis, penentuan norma, standar, pedoman, kriteria,
perencanaan, persyaratan, dan prosedur perizinan dalam:
a. pelaksanaan pengamatan dan Pengelolaan Data;
b. pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana pengamatan dan
Pengelolaan
Data;
c. pengoperasian sarana dan prasarana pengamatan dan Pengelolaan
Data; dan
d. pemeliharaan sarana dan prasarana pengamatan dan Pengelolaan
Data.
Pasal 86
Arahan, bimbingan,
pelatihan, perizinan, sertifikasi, dan bantuan teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 84 ayat (2) paling sedikit meliputi arahan, bimbingan, pelatihan,
perizinan, sertifikasi, dan bantuan teknis dalam:
a. peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang melaksanakan
pekerjaan tertentu
untuk pengamatan dan
Pengelolaan Data;
b. pelaksanaan pengamatan dan Pengelolaan Data;
c. pengoperasian sarana dan prasarana pengamatan dan Pengelolaan
Data; dan
d. pemeriksaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengamatan
dan Pengelolaan
Data.
Pasal 87
Kegiatan pemantauan,
evaluasi, audit, dan tindakan korektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat
(3) paling sedikit meliputi kegiatan pemantauan, evaluasi, audit, dan tindakan
korektif terhadap:
a. pelaksanaan pekerjaan di bidang pengamatan dan Pengelolaan
Data; dan
b. sarana dan prasarana pengamatan dan Pengelolaan Data.
Pasal 88
Pembinaan penyelenggaraan
pengamatan dan Pengelolaan Data diarahkan untuk:
a. meningkatkan kualitas pengamatan dan Pengelolaan Data sehingga
mudah dipahami,
dapat dipercaya, dan
terjamin keakuratannya;
b. meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan peran serta masyarakat;
c. memenuhi kepentingan publik dan pengguna jasa;
d. meningkatkan peran dan hubungan dalam kerja sama internasional;
dan
e. mewujudkan kegiatan pengamatan dan Pengelolaan Data yang
komprehensif,
terpadu, efisien dan
efektif melalui:
1. pengamatan dan Pengelolaan Data dilakukan secara komprehensif
terhadap
semua unsurpengamatan
dan semua proses Pengelolaan Data;
2. pengamatan dan Pengelolaan Data dilakukan secara terpadu dalam
satu
sistem jaringan pengamatan;
3. pengamatan dan Pengelolaan Data dilakukan secara efisien
berdasarkan
kriteria bahwa beban publik
rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan
sistem jaringan
pengamatan; dan
4. pengamatan dan Pengelolaan Data dilakukan secara efektif
berdasarkan
kriteria penyelenggaraan
pengamatan dan Pengelolaan Data yang dilakukan
sesuai dengan sasaran
yang diharapkan.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 89
(1) Tenaga pengamat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan sertifikat; atau
c. pencabutan sertifikat.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 90
(1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling
banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1
(satu) bulan.
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan
setelah peringatan ketiga diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )tenaga
pengamat tetap tidak menggunakan metode pengamatan, dikenai sanksi pembekuan
sertifikat.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan
setelah pembekuan sertifikat tenaga pengamat tidak menggunakan metode
pengamatan, dikenai sanksi pencabutan sertifikat.
Pasal 91
(1) Pemilik stasiun pengamatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dikenai sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan pengoperasian stasiun pengamatan;atau
c. penutupan stasiun pengamatan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 92
(1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91
ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.ww.hmonline.com
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ketiga
diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik stasiun pengamatan tetap
tidak menggunakan standar Pengelolaan Data, dikenakan sanksi pembekuan
pengoperasian stasiun pengamatan.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pembekuan
pengoperasian stasiun pengamatan pemilik stasiun pengamatan tetap tidak
menggunakan standar Pengelolaan Data, dikenakan sanksi penutupan stasiun
pengamatan.
Pasal 93
(1) Pemilik stasiun pengamatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan pengoperasian stasiun pengamatan; atau
c. penutupan stasiun pengamatan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 94
(1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93
ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ketiga
diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik stasiun pengamatan tetap
mengakses data tidak untuk mendukung tugas pokok atau kepentingannya, dikenai
sanksi pembekuan pengoperasian stasiun pengamatan.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pembekuan
pengoperasian stasiun pengamatan pemilik stasiun pengamatan tetap mengakses
data tidak untuk mendukung tugas pokok atau kepentingannya,dikenai sanksi
penutupan stasiun pengamatan.
Pasal 95
(1) Pemilik stasiun pengamatan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan pengoperasian stasiun pengamatan; atau
c. penutupan stasiun pengamatan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 96
(1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ketiga
diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik stasiun pengamatan tetap
tidak mendaftarkan stasiun pengamatan, dikenai sanksi pembekuan pengoperasian
stasiun pengamatan.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pembekuan
pengoperasian stasiun pengamatan pemilik stasiun pengamatan tetap tidak
mendaftarkan stasiun pengamatan, dikenai sanksi penutupan stasiun pengamatan.
Pasal 97
(1) Setiap pemilik stasiun yang didirikan oleh selain Badan yang
memublikasikan data hasil pengamatannya langsung kepada masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan stasiun pengamatan; atau
c. penutupan stasiun pengamatan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika.
Pasal 98
(1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97
ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ketiga
diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemilik stasiun pengamatan tetap
memublikasikan data hasil pengamatannya, pemilik stasiun pengamatan dikenai
sanksi pembekuan stasiun pengamatan.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pembekuan stasiun
pengamatan pemilik stasiun pengamatan tetap memublikasikan data hasil
pengamatannya langsung kepada masyarakat, dikenai sanksi penutupan stasiun
pengamatan.
Pasal 99
(1) Setiap kapal dengan ukuran tertentu atau
pesawat terbang Indonesia yang melanggar ketentuan
pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) dikenai sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pelarangan sementara melakukan pengamatan; atau
c. pelarangan tetap melakukan pengamatan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Kepala Badan selaku pelaksana penyelenggaraan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika.
Pasal 100
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1) huruf a dijatuhkan kepada nakhoda atau kapten
penerbang.
(2) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
(3) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ketiga
diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diindahkan, kapal dengan
ukuran tertentu atau pesawat terbang Indonesia dikenai sanksi pelarangan
sementara melakukan pengamatan.
(4) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pelarangan
sementara kapal dengan ukuran tertentu atau pesawat terbang Indonesia tidak
memenuhi kewajibannya, dikenai sanksi pelarangan tetap melakukan pengamatan.
Pasal 101
Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dan Pasal 100 diberitahukan oleh Kepala
Badan kepada menteri yang bertanggung jawab di bidang pelayaran dan penerbangan
untuk diambil langkah tindak lanjut sesuai dengan kewenangannya.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 102
Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Kepala Badan yang mengatur
mengenai pengamatan dan Pengelolaan Data Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 103
Peraturan Pemerintah ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 4 April 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 4 April 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 88
www.hukumonline.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2012
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENGAMATAN DAN PENGELOLAAN DATA METEOROLOGI,
KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA
I. UMUM
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sebagai
landasan hukum untuk penyelenggaraan meteorologi, klimatologi, dan geofisika
dapat mendukung keselamatan jiwa dan harta, melindungi kepentingan dan potensi
nasional dalam rangka peningkatan keamanan dan ketahanan nasional, meningkatkan
kemandirian bangsa dalam penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika, mendukung
kebijakan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat
telah mengamanatkan agar dibentuk peraturan pelaksanaan sebagai landasan operasional
dalam mengimplementasikan ketentuan-ketentuan Undang-Undang tersebut.
Peraturan
pelaksanaan dimaksud terdiri atas substansi mengenai penyelenggaraan pengamatan
dan pengelolaan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang perlu diatur
dengan peraturan pemerintah.
Untuk
mewujudkan harmonisasi dan keterpaduan pengaturan penyelenggaraan meteorologi,
klimatologi,
dan
geofisika, perlu disusun Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan
Pengamatan dan
Pengelolaan
Data Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika guna memadukan berbagai substansi
yang
belum
diatur secara tegas dan lebih terinci dalam Undang-Undang tersebut.
Perlunya
pengaturan mengenai penyelenggaraan pengamatan dan pengelolaan data
meteorologi,
klimatologi,
dan geofisika sebagai landasan hukum operasional untuk mewujudkan pengaturan
yang lebih komprehensif dan dapat diterapkan secara efektif, Peraturan
Pemerintah ini memuat pengaturan yang mencakup:
a. penyelenggaraan pengamatan dan
pengelolaan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang
merupakan bagian dari kegiatan penyelenggaraan meteorologi,
klimatologi, dan geofisika yang
dilakukan harus memenuhi standar nasional dan internasional;
b. meningkatnya frekuensi bencana alam yang
diakibatkan oleh fenomena meteorologi, klimatologi,
kualitas udara, dan geofisika yang ekstrim memberikan peringatan
kepada penyelenggara
meteorologi, klimatologi, dan
geofisika untuk lebih serius mengamati, mengenali dan menganalisa terhadap
fenomena tersebut;
c. untuk mengurangi dampak dari fenomena
ekstrim tersebut diperlukan stasiun pengamatan yang
rapat untuk dilakukan pengamatan secara komprehensif, terus
menerus tanpa henti untuk
menghasilkan informasi secara luas, cepat, tepat, akurat dan mudah
dipahami;
d. untuk melakukan pengamatan di setiap
stasiun pengamatan wajib dilengkapi dengan peralatan
pengamatan dengan memenuhi persyaratan kelaikan operasi baik
terhadap pengamatan
meteorologi, klimatologi, kualitas udara maupun pengamatan
geofisika. Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan data yang tersimpan
dengan baik, tepat dan akurat. Pengamatan tersebut juga wajib dilakukan secara
terus menerus untuk menghasilkan informasi yang secara luas, cepat, tepat, akurat
dan mudah dipahami;
e. unsur pengamatan di permukaan bumi maupun diatas atmosfer
Indonesia terdiri dari berbagai
unsur pengamatan, karena itu perlu didirikan stasiun pengamatan
yang rapat dengan membentuk sistem
jaringan stasiun pengamatan, sehingga diharapkan dari hasil pengamatan tersebut
diperoleh
informasi yang dapat mewakili kearifan lokal;
f. stasiun pengamatan meteorologi, klimatologi, dan geofisika
dapat didirikan oleh Badan maupun
selain
Badan. Untuk pendirian stasiun pengamatan selain Badan dimaksudkan hanya untuk
kepentingannya
sendiri guna mendukung tugas pokok dan fungsinya;
g. peralatan pengamatan di stasiun pengamatan yang masuk dalam
sistem jaringan harus dilengkapi dengan peralatan pengamatan cadangan sesuai
kebutuhan yang juga harus laik operasi dan terkalibrasi, hal ini untuk menjamin
keberlangsungan fungsi dan akurasi pengamatan. Hal lain yaitu bahwa
pengoperasian stasiun pengamatan yang masuk dalam sistem jaringan pengamatan
tidak diperbolehkan menghentikan pengamatannya, baik yang bersifat sementara
maupun permanen tanpa izin Kepala Badan. Hal ini untuk menjamin kelangsungan pengamatan,
pengelolaan data dan informasi yang cepat, tepat, akurat, luas cakupannya, dan
mudah dipahami;
h. untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan meteorologi,
klimatologi, dan geofisika harus
didukung dengan
sarana dan prasarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang memenuhi
standar
teknis dan operasional. Untuk itu dalam peraturan pemerintah ini juga mengatur
tentang
pemeliharaan agar apabila terjadi kerusakan pada peralatan
meteorologi, klimatologi, dan geofisika secepatnya dilakukan perbaikan untuk
mengembalikan fungsinya, sehingga pengamatan tetap dapat dilakukan; dan
i. pembinaan secara menyeluruh melalui pengaturan, pengendalian
dan pengawasan baik terhadap sumber daya manusia maupun terhadap stasiun
pengamatan untuk menjamin bahwa pelaksanaan pengamatan dan pengelolaan data
akan terlaksana dengan baik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
www.hukumonline.com
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “getaran tanah” adalah getaran tanah yang
diakibatkan karena adanya gempa bumi tektonik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Metode pengamatan yang digunakan sesuai dengan karakteristik jenis
pengamatan dalam ketentuan ini
misalnya:
a.
metode insitu digunakan untuk jenis pengamatan suhu udara,
kelembaban udara,
gaya
berat, kemagnetan bumi.
b. metode remote sensing
digunakan untuk jenis pengamatan awan.
c. metode telemetri
digunakan untuk jenis pengamatan hujan, getaran tanah, tsunami.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan “waktu standar internasional” adalah ”Coordinate Universal Time (UTC)”.
www.hukumonline.com
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “World
Meteorological Organization” adalah organisasi internasional di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bergerak di bidang meteorologi. Konversi
waktu dari waktu standar internasional ke waktu standar wilayah Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. dari waktu standar internasional ke WIB ditambah 7 (tujuh) jam;
b. dari waktu standar internasional ke WITA ditambah 8 (delapan)
jam; dan
c. dari waktu standar internasional ke WIT ditambah 9 (sembilan)
jam.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengamatan unsur gaya berat diperuntukkan antara lain untuk
pertambangan, laboratorium pengujian,
mitigasi bencana, penelitian.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
ww.hukumonline.com
Yang dimaksud dengan “di tempat yang telah ditentukan” adalah
suatu lokasi stasiun pengamatan yang melakukan pengamatan dengan peralatan
otomatis di daerah rawan bencana berdasarkan Rencana Induk.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “gambar” antara lain kontur, peta tematik,
dan/atau hasil rekaman seperti antara
lain seismogram, barogram, atau thermogram.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Jenis alat pengamatan terdiri
dari alat manual dan alat otomatis.
Pasal 23
w.hukumonline.Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “lokasi pengamatan” adalah terdiri atas nama
stasiun pengamatan,
koordinat, elevasi, kondisi geologi dan topografi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”detik, menit, jam, hari, minggu, bulan,
dan/atau tahun” adalah pengolahan data
yang dilakukan berdasarkan standar waktu dari data hasil
pengamatan yang diperoleh dari peralatan
konvensional dan/atau otomatis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
www.hukumonline.com
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”detik, menit, jam, hari, minggu, bulan,
dan/atau tahun” adalah analisis data dilakukan berdasarkan standar waktu dari
data hasil pengamatan yang diperoleh dari peralatan konvensional dan/atau
otomatis.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lokasi” adalah wilayah administrasi
pemerintahan.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “cakupan wilayah tertentu” adalah wilayah
jaringan pengamatan setempat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Bukti kepemilikan lahan dalam ketentuan ini adalah penguasaan atas
tanah yang dibuktikan dengan:
a. bukti kepemilikan hak atas tanah;
b. surat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan;
c. surat izin pinjam pakai dari pemerintah kabupaten/kota atau
pemerintah provinsi; atau
d. bukti perjanjian sewa menyewa tanah dengan badan usaha milik
negara, badan usaha
milik daerah, badan
hukum Indonesia, atau orang perseorangan.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penelitian terhadap terpenuhinya
persyaratan” adalah kegiatan pemeriksaan,
verifikasi, dan kegiatan lainnya yang diperlukan untuk menentukan
apakah persyaratan lengkap, atau
persyaratan tidak lengkap, atau persyaratan lengkap tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan yang
disyaratkan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
www.hukumonline.com
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “bencana” adalah bencana alam dan bencana
akibat ulah manusia.
Yang dimaksud dengan “kejadian lainnya” antara lain pencurian,
pengrusakan, perang dan huru-hara.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “alat komunikasi” antara lain SSB, telepon
selular, GPRS (General Packet Radio
System), VSAT (Very Small Aperture
Terminal).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “akses menuju ke stasiun pengamatan” meliputi
jalan umum dan/atau jalan khusus.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “menara” adalah tinggi menara, daya pancar,
frekuensi, dan lokasi menara.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Alat pengukur hujan terdiri atas pengukur dengan pengamatan langsung
(observasi) dan pengukuran secara otomatis.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Alat pengukur hujan terdiri dari pengukur dengan pengamatan
langsung (observasi) dan
pengukuran secara otomatis.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “alat pengukur cuaca otomatis” adalah unit
peralatan yang mampu melakukan pengukuran unsur-unsur cuaca yang meliputi
radiasi matahari, suhu udara, tekanan udara, arah dan kecepatan angin,
kelembaban udara, dan curah hujan secara otomatis.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “umur teknis yang ditentukan” adalah life
time yang dikeluarkan oleh pabrikan atau oleh Badan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “komponen sistem peralatan yang lengkap dan
dalam keadaan baik” adalah kondisi fisik tidak
cacat dan tidak mengganggu kinerja alat.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ”kebersihan alat” adalah harus dijaga kebersihannya
dari debu atau benda lain yang dapat mengganggu kinerja alat.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”spesifikasi teknis” adalah rincian peralatan
yang harus dipenuhi sesuai standar.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”Kalibrasi” adalah kegiatan peneraan sarana
pengamatan meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
www.hukumonline.com
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Perbaikan, rekondisi, atau rehabilitasi dilakukan agar tidak
mengakibatkan terjadi perubahan ketelitian
dan sensitifitas peralatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain koperasi atau badan
hukum Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kebijakan umum dan teknis” adalah pernyataan
prinsip sebagai landasan pengaturan umum dan operasional pengamatan dan
pengelolaan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika dalam mencapai tingkat
pelayanan yang handal.
Yang dimaksud dengan “penentuan norma” adalah aturan atau
ketentuan yang mengikat sebagai panduan dan pengendalian dalam melakukan
kegiatan pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “standar” adalah spesifikasi teknis atau
sesuai yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan pengamatan dan
pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “pedoman” adalah acuan yang bersifat umum yang
harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik
wilayah pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “kriteria” adalah ukuran yang menjadi dasar
penilaian kegiatan pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan prioritas dengan
memperhitungan sumber daya yang tersedia dalam melakukan kegiatan pengamatan
dan pengelolaan data.
www.hukumonline.com
Yang dimaksud dengan “persyaratan” adalah ketentuan yang harus
dipenuhi untuk melakukan kegiatan pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “prosedur perizinan” adalah tahap dan
mekanisme perizinan yang harus dilalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan
pengamatan dan pengelolaan data.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “arahan”
adalah petunjuk untuk melaksanakan penyelenggaraan meteorologi, klimatologi,
dan geofisika yang komprehensif.
Yang dimaksud dengan “bimbingan”
adalah petunjuk yang diberikan secara langsung kepada penyelenggara
meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Yang dimaksud dengan “pelatihan”
adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, kemampuan sumber daya manusia yang
profesional di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Yang dimaksud dengan “perizinan”
adalah kegiatan pemberian bukti formal persetujuan terhadap penyelenggaraan
meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Yang dimaksud dengan
“sertifikasi” adalah kegiatan pemberian bukti formal pengakuan profesionalitas penyelenggara
kegiatan meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Yang dimaksud dengan “bantuan
teknis” adalah pemberian bantuan yang bertujuan untuk mengembangkan
penyelenggaraan meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pemantauan” adalah penilaian kemajuan kegiatan
pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah membandingkan hasil
kegiatan pengamatan dan pengelolaan data dengan standar, rencana, atau norma
yang telah ditetapkan dan menentukan faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan.
Yang dimaksud dengan “audit” adalah pengidentifikasian masalah,
analisis, dan evaluasi yang obyektif dan profesional berdasarkan standar audit
terhadap kegiatan pengamatan dan pengelolaan data.
Yang dimaksud dengan “tindakan korektif” adalah upaya perbaikan
berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan pengamatan dan pengelolaan data
untuk mencapai hasil yang optimal.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
www.hukumonline.com
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5304
Tidak ada komentar:
Posting Komentar