Pages

Kamis, 01 Januari 2015

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012



TENTANG

GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PORNOGRAFI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA



Menimbang :   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi;

Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara  
    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4928);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN
                        PENANGANAN PORNOGRAFI.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi, yang selanjutnya disebut Gugus Tugas adalah lembaga koordinatif yang bertugas mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan pornografi.

BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS

Pasal 2
Gugus Tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 3
Gugus Tugas berkedudukan di Ibukota Negara RepublikIndonesia.

Pasal 4
Gugus Tugas mempunyai tugas:
a. mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan masalah pornografi;
b. memantau pelaksanaan pencegahan dan penangananpornografi;
c. melaksanakan sosialisasi, edukasi, dan kerjasama pencegahan dan penanganan pornografi;
    dan
d. melaksanakan evaluasi dan pelaporan.


BAB III
ORGANISASI

Pasal 5
(1) Susunan Organisasi Gugus Tugas terdiri atas Pimpinan dan Anggota.
(2) Pimpinan Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Ketua : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
b. Ketua Harian: Menteri Agama.
(3) Anggota Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Menteri Komunikasi dan Informatika;
b. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
d. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
e. Menteri Dalam Negeri;
f. Menteri Perindustrian;
g. Menteri Perdagangan;
h. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif;
i. Menteri Kesehatan;
j. Menteri Sosial;
k. Menteri Pemuda dan Olahraga;
l. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
m. Jaksa Agung Republik Indonesia;
n. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia; dan
o. Ketua Lembaga Sensor Film.


Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Gugus Tugas dapat
      membentuk Sub Gugus Tugas.
(2) Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh pejabat  
      setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Agama.
(3) Anggota Sub Gugus Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
     pemerintah dan dapat melibatkan masyarakat, akademisi, praktisi, dan penegak hukum.
(4) Ketentuan mengenai keanggotaan, tugas, dan tata kerja Sub Gugus Tugas diatur oleh
      Ketua Gugus Tugas.


BAB IV
GUGUS TUGAS PROVINSI DAN
GUGUS TUGAS KABUPATEN/KOTA

Pasal 7
(1) Di Provinsi dapat dibentuk Gugus Tugas Provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan   
     perundangundangan.
(2) Gugus Tugas Provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur.


Pasal 8
(1) Di Kabupaten/Kota dapat dibentuk Gugus Tugas Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.
(2) Gugus Tugas Kabupaten/Kota berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali
      kota.

Pasal 9
Pengaturan mengenai tugas, susunan organisasi, keanggotaan, dan tata kerja Gugus Tugas Provinsi dan Gugus Tugas Kabupaten/Kota diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Presiden ini.


BAB V
TATA KERJA

Pasal 10
(1)        Ketua merupakan organ tertinggi dalam Gugus Tugas dan bertanggung jawab terhadap
kebijakan pencegahan dan penanganan pornografi.
(2)        Ketua Harian bertanggung jawab kepada Ketua dalam pelaksanaan tugas pencegahan dan penanganan pornografi.

Pasal 11
(1)        Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Gugus Tugas menyelenggarakan Rapat Pleno dan Rapat Harian.
(2)        Rapat Pleno dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota yang diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun yang dipimpin oleh Ketua.
(3)        Rapat Harian dihadiri oleh Anggota yang diselenggarakan paling sedikit 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun yang dipimpin oleh Ketua Harian.

Pasal 12
Dalam hal dipandang perlu, rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat mengikutsertakan Gugus Tugas Provinsi dan Gugus Tugas Kabupaten/Kota.


BAB VI
SEKRETARIAT

Pasal 13
(1)        Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas, Gugus Tugas dibantu oleh Sekretariat.
(2)        Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara ex officio dijabat oleh pejabat eselon II di lingkungan
Kementerian Agama.
(3)        Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Gugus Tugas.






BAB VII
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

Pasal 14
Gugus Tugas melakukan pemantauan, evaluasi, danpelaporan pelaksanaan pencegahan dan penanganan pornografi secara berkala.

Pasal 15
(1)        Ketua Gugus Tugas wajib melaporkan pelaksanaan tugas pencegahan dan penanganan pornografi kepada Presiden secara tahunan dan lima tahunan.
(2)       Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran.
(3)        Laporan 5 (lima) tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran.


BAB VIII
PEMBIAYAAN

Pasal 16
(1)        Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Gugus Tugas dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c.q Anggaran Belanja Kementerian Agama.
(2)        Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Gugus Tugas Provinsi, Gugus Tugas Kabupaten/Kota dibebankan pada masing-masing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 66

Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet,
Agus Sumartono, S.H., M.H.

Tidak ada komentar: