Pertanyaan anda adalah:
apa yang dimaksud dengan terminologi ushul fiqh kata hukum (hukm) ?
Pengertian Hukum
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah” /
“memutuskan”. Menurut terminology ushul fiqh. Hukum (al-hukm) berarti:[1][1]
خِطَابُ اللهِ المُتَعَلِّقُ بِأَ
فْعَالِ المُكَلَّفِينَ إِقتِضَاءً اَوتَخْيِيرً ااَووَضعاً
Artinya:
“Kalam Allah yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan
berakal sehat, baik bersifat imperative, fakultatif atau menempatkan sesuatu
sebagai sebab, syarat, dan penghalang.”
Yang dimaksud kitab Allah dalam defenisi tersebut adalah
semua bentuk dalil, baik al-Quran, as-Sunnah maupun yang lainnya, seperti ijma’ dan qiyas. Namun, para ulama ushul kontemporer, seperti Ali Hasaballah
dan Abd. Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dalil di sini hanya
al-Quran dan as-Sunnah. Adapun ijma’
dan qiyas hanya sebagai metode
menyingkapkan hukum dari al-Quran dan sunnah tersebut. Dengan demikian, sesuatu
yang disandarkan pada kedua dalil tersebut tidak semestinya disebut sebagai
sumber hukum.
Yang dimaksud dengan yang menyangkut perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan
oleh manusia dewasa yang berakal sehat meliputi perbuatan hati, seperti niat
dan perbuatan ucapan, seperti gibah
(mengguncing) dan namimah
(mengadu-domba). Yang dimaksud dengan imperative
(iqtidha) adalah tuntutan untuk
melakukan sesuatu, yakni memerintah atau tuntutan untuk meninggalkannya yakni
melarang, baik tuntutan itu bersifat memaksa maupun tidak. Sedangkan yang
dimaksud tahyir (fakultatif) adalah
kebolehan memilih antara melakukan sesuatu atau meninggalkannya dengan posisi
yang sama. Dan yang dimaksud wadh’i (mendudukkan
sesuatu) adalah memposisikan sesuatu sebagai penghubung hukum, baik berbentuk
sebab, syarat, maupun penghalang.
Definisi hukum tersebut merupakan definisi hukum sebagai
kaidah, yakni patokan prilaku manusia.
Sumber :
http://najibhizbulloh.blogspot.com/2017/03/makalah-tentang-hukum-dalam-ushul-fiqih.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar